Dibawah ini terdapat beberapa tulisan yang sekiranya
bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dibidang Kenotariatan yang ditulis
oleh Bapak. Habib Adjie dan penulis lainnya.
Untuk mempermudah pencarian silahkan gunakan fitur find
“ctrl+ f”
Daftar isi :
1.
Apakah
Jika Werda Notaris, Notaris Pengganti, Pejabat Sementara Notaris Dan Ppat Jika
Perlu Izin Dari Mknw Jika Ada Permohonan Dari Penyidik, Penuntut Umum Dan Hakim
Untuk Mengambil Fotokopi Minuta Akta Dan/Atau Surat-Surat Yang Dilekatkan Pada
Minuta Akta Atau Protokol Notaris ?
2.
Prinsip
Hukum Yayasan.
3.
Kapankah
Akta Menjadi Syarat Lahirnya Suatu Tindakkan Hukum Dari Para Penghadap ?
4.
Minuta
Akta Notaris Hilang/Rusak …?
5.
Dalam
Pembatalan Akta Notaris Oleh Para Pihak, Apakah Membatalkan Akta Atau Isi Akta
? (Jika Ada Penghadap Meminta Kepada Notaris Untuk Membuatkan Akta Pembatalan
Akta Notaris)
6.
Pembatalan
isi akta PPAT
7.
Hak
keperdataan
8.
Apakah
Notaris/PPAT perlu membayar pajak reklame (papan nama Notaris/PPAT) ?
9.
Jika
ada Notaris oleh MKNW …
10. Penggunaan dokumen/kuasa/surat yang dibuat
diluar negeri
11. BUMN – BUMD – BUMDES : sebagai bahan
perbadingan dapat dilihat :
12. PPAT dan Notaris agar tidak membuat akta
yang saling bertentangan
13. Jual beli tanah bersertifikat hanya
berdasarkan kuitansi atau akta dibawah tangan ?
14. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia
tentang tindakkan hukum terhadap harta bersama :
15. Pengikatan dan kuasa menjual yang diawali/berasal
dari utang – piutang : apakah diperbolehkan menurut hukum jika objek yang
diawali dengan utang-piutang kemudian pada saat yang bersamaan ditindak lanjuti
dengan jual beli sebagai pelunasan utang tersebut ?
16. Balik nama sertifikat tanpa akta PPAT,
mungkinkah?
Apakah Jika Werda Notaris, Notaris
Pengganti, Pejabat Sementara Notaris Dan Ppat Jika Perlu Izin Dari Mknw Jika
Ada Permohonan Dari Penyidik, Penuntut Umum Dan Hakim Untuk Mengambil Fotokopi
Minuta Akta Dan/Atau Surat-Surat Yang Dilekatkan Pada Minuta Akta Atau Protokol
Notaris ?
Pasal 29 Permenkumham Nomor 7 Tahun 2016 tentang MKN
menegaskan bahwa Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku juga bagi Notaris
Pengganti dan pejabat sementara Notaris. Hal ini harus diartikan untuk Notaris,
Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris yang masih menjalankan
jabatannya, bagaimana untuk :
1.
Notaris yang pensiun/werda (karena telah sesuai
batas umur atau mengundurkan diri atau diberhentikan).
2.
Mantan Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris.
Jika mereka tersebut (1 dan 2) masih hidup dan suatu saat
ada permintaan dari Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim dipanggil untuk
keperluan yang berkaitan dengan aktanya ketika yang bersangkutan masih
menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, apakah harus ada izin MKNW ? Ataukah
MKNW hanya belaku untuk Notaris, Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris
yang masih aktif ?
Permenkumham tersebut tidak mengatur untuk hal seperti itu.
Karena jabatan Notaris bersifat pribadi dan bertanggungjawab sesuai ketentuan
Pasal 65 UUJN – P, maka jika yang bersangkutan masih hidup, wajib menghadapinya
sendiri, dengan seizin MKNW. Kalaupun datang tanpa izin (atas keinginan
sendiri) maka menjadi tanggungjawab yang bersangkutan.
Meskipun tidak diatur secara tegas dalam Permenkumham
tersebut, seharusnya izin dari MKNW tetap diperlukan, sebagai bentuk apresiasi
dan perlindungan hukum terhadap mereka.
Bagaimana dengan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) ?
Bahwa secara Normatif Permenkumham Nomor 7 Tahun 2016
merupakan tindak lanjut atau perintah dari Pasal 66 A ayat (3) UUJN – P yang
hanya ditujukan untuk dan kepada Notaris.
Jadi meskipun pada diri Notaris,
juga menjalankan jabatan sebagai PPAT, jika yang diminta adalah Minuta akta
PPAT atau surat-surat lainnya yang dilekatkan pada Minuta, maka jika ada
permintaan dari Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim bukan kewenangan MKNW untuk
mengizinkan atau menolak permintaan tersebut.
Secara normatif keberadaan PPAT diatur dalam Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Indonesia Notaris Community/INC
Prinsip Hukum Yayasan
Beberapa prinsip yang dapat ditarik dari UUY dan UUY-P,
antara lain:
1.
Yayasan sebagai lembaga yang nirlaba.
2.
Pendirian Yayasan secara deklaratif.
3.
Secara formal pendirian Yayasan harus dengan
akta Notaris (Pasal 9 ayat (2) UUY).
4.
Yayasan sebagai Badan Hukum (Pasal 1 UUY)
setelah memperoleh pengesahan dari Menteri (Pasal 11 UUY-P).
5.
Perbuatan hukum yang dilakukan Pengurus atas
nama Yayasan sebelum Yayasan memperoleh status Badan Hukum menjadi
tanggungjawab Pengurus secara tanggung renteng (Pasal 13 A UUY-P).
6.
Yayasan dapat mendirikan atau turut serta
melakukan kegiatan usaha guna mencapai maksud dan tujuannya serta tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan/atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku, penyertaan tersebut paling banyak 25 % dari
seluruh nilai kekayaan Yayasan (Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) dan (2)
serta Pasal 8 UUY).
7.
Kekayaan Yayasan dilarang dialihkan atau
dibagikan kepada Or¬gan Yayasan, karyawan atau pihak lain yang mempunyai
kepen¬tingan terhadap Yayasan baik langsung maupun tidak langsung atau bentuk
lain yang dapat dinilai dengan uang (Pasal 5 UUY-P).
8.
Pengurus Yayasan menerima gaji, upah atau
honorarium yang ditetapkan oleh Pembina sesuai dengan kemampuan kekayaan
Yayasan (Pasal 5 ayat (2) YYU-P), dengan batasan:
a.
Pengurus yang bersangkutan bukan pendiri Yayasan
dan ti¬dak terafiliasi dengan organ Yayasan.
b.
Melaksanakan kepengurusan Yayasan secara
langsung dan penuh.
9.
Maksud dan tujuan Yayasan tidak dapat diubah
(Pasal 17 UUY).
10.
Anggaran dasar Yayasan dapat diubah berdasarkan
keputusan Rapat Pembina apabila dihadiri oleh 2/3 dari jumlah anggota Pembina
(Pasal 18 ayat (2) UUY).
11.
Tidak diperkenankan adanya rangkap jabatan dalam
organ Yayasan.
12.
Jabatan dalam Yayasan (sebagai Pembina,
Pengawas, Pengurus) secara pribadi/perorangan) atau tidak dalam kapasitas
jabatan tertentu (ex officio).
13.
Bila terjadi ultra vires atau perbuatan melawan
hukum, maka anggota pengurus Yayasan bertanggungjawab secara pribadi atas
kerugian tersebut, baik terhadap Yayasan maupun pihak ketiga (Pasal 35 ayat (5)
UUY).
14.
Jika Yayasan dilikuidasi, maka sisa hasil
likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan sama
dengan Yayasan yang bubar apabila hal tersebut diatur dalam undang-undang
mengenai badan hukum tersebut (Pasal 68 ayat (1) UUY dan Pasal 68 ayat (1) dan
(2) UUY-P), jika tidak dilakukan seperti itu, maka sisa kekayaan tersebut
diserahkan kepada negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan
tujuan Yayasan tersebut (Pasal 68 ayat (2) UUY dan Pasal 68 ayat (3) UUY-P).
15.
Setiap organ Yayasan yang melakukan pengalihan
atau mem¬ba¬gikan secara langsung atau tidak langsung kekayaan Yayasan kepada
organ Yayasan, karyawan atau pihak lain yang mem¬pu¬nyai kepentingan Yayasan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana tambahan
berupa kewa¬jiban mengembalikan uang, barang atau kekayaan Yayasan yang
dialihkan atau dibagikan tersebut (Pasal 70 ayat (1) dan (2) UUY).
16.
Yayasan tidak dapat dialihkan (diwariskan/jual
beli/hibah).
Indonesia Notaris Community/INC
Kapankah Akta Menjadi Syarat
Lahirnya Suatu Tindakkan Hukum Dari Para Penghadap ?
1.
Pasal 38 ayat (3) huruf c UUJN – P menegaskan
bahwa ISI AKTA MERUPAKAN KEHENDAK PARA PENGHADAP.
2.
Pasal 1338 KUHPerdata menegaskan bahwa:
3.
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan
undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua
belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undangundang.
Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
4.
Pasal 1335 KUHPerdata: Suatu persetujuan tanpa
sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang,
tidaklah mempunyai kekuatan.
5.
Pasal 1336 KUHPerdata: Jika tidak dinyatakan
suatu sebab, tetapi memang ada sebab yang tidak terlarang, atau jika ada sebab
lain yang tidak terlarang selain dan yang dinyatakan itu, persetujuan itu adalah
sah.
6.
Pasal 1337 KUHPerdata: Suatu sebab adalah
terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu
bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.
7.
Bahwa meskipun Isi Akta merupakan kehendak para
pihak dan akan berlaku sebagaimana undang-undang yang membuatnya, tapi tetap Notaris
tidak harus selalu mengabulkan kehendak atau keinginan para penghadap tersebut
jika bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, norma agama, susila,
sosial dan kemasyarakatan, ketertiban umum.
8.
Bahwa akta Notaris akan mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna, jika semua prosedur/tatacara dan syarat yang sudah
ditentukan dalam UUJN/UUJN-P dipenuhi, jika dapat dibuktikan sebaliknya
(berdasarkan gugatan/putusan pengadilan), maka dapat saja akta tersebut
dibatalkan.
9.
Apakah setiap perbuatan hukum dari para
penghadap lahir karena berdasarkan akta Notaris ? Atau tanpa akta Notaris
perbuatan hukum tersebut telah lahir ?
10.
BAHWA ADA PERBUATAN HUKUM LAHIR BERDASARKAN AKTA
NOTARIS, artinya keberadaan akta Notaris menjadi syarat lahirnya atau adanya
sebuah tindakkan hukum dari para penghadap atau tanpa adanya akta Notaris
perbuatan para penghadap tidak aka ada. Contohnya: Perjanjian Kredit,
Perjanjian Kawin, SKMHT. Hal seperti ini aktanya bersifat KONSTITUTIF.
11.
AKTA NOTARIS YANG KONSTITUTIF yaitu substansi
akta yang berisi membuat hubungan hukum baru atau meniadakan hubungan hukum
yang melahirkan hubungan hukum baru, artinya yang sebelumnya tidak ada hubungan
hukum apappun dengan dibuatnya akta di hadapan Notaris oleh 2 (dua) pihak atau
lebih, maka terjadi suatu hubungan hukum, misalnya pemberian Kuasa atau
Pembatalan Kuasa. Akta Notaris seperti ini termasuk kedalam kualifikasi
perjanjian, karena dilakukan minimal oleh 2 (dua) pihak. Daya ikat secara hukum
akta Notaris yang Konstitutif tergantung kepada keinginan para pihak sendiri
untuk melaksanakan substansi akta tersebut.
12.
BAHWA ADA PERBUATAN HUKUM TELAH LAHIR TANPA
PERLU ADANYA AKTA NOTARIS artinya tanpa adanya akta Notaris perbuatan hukum
para penghadap telah lahir. Contohnya : hak waris (yang telah ditentukan siapa
ahli waris dari siapa) dan bagiannya telah ditentukan. Pemisahan Harta
Gono-Gini Paska Perceraian, maka akta Notaris hanya menyatakan saja atas
tindakkan/peristiwa hukum yang telah lahir tersebut. Hal ini aktanya bersifat
DEKLARATIF.
AKTA
NOTARIS YANG DEKLARATIF, yaitu substansi akta yang berisi pernyataan atau
penegasan dari penghadap sendiri terhadap suatu hal tertentu. Akta Notaris
seperti itu hanya dilakukan oleh 1 (satu) pihak saja atau lebih untuk
kepentingan dirinya sendiri atau pihak lainnya, misalnya pembuktian kepemilikan
sebuah bangunan rumah. Daya ikat secara hukum akta Notaris yang Deklaratif akan
tergantung pada penerimaan lain atas substansi akta tersebut. Pihak lain dapat
saja merasa tidak terikat dan tidak berkepentingan dengan akta tersebut, karena
yang bersangkutan memang bukan pihak dalam akta tersebut.
Indonesia Notaris Community/INC
Minuta Akta Notaris Hilang/Rusak
…?
1.
Minuta akta Notaris yang berisi tandatangan
penghadap, saksi dan Notaris atau berkas lainnya hilang (bisa hilang di kantor
sendiri atau hilang di tempat lain atau lupa menyimpannya atau sekian lama
tidak dibundel sehingga hilang) ataupun minuta tersebut terbakar atau dimakan
rayap atau terendam banjir atau sudah tidak ada di kantor Notaris lagi.
2.
Jika semua yang diuraikan tersebut terjadi, maka
yang harus dilakukan oleh Notaris yaitu membuat laporan kehilangan dari pihak
yang berwajib (kepolisian) atau membuat laporan yang lain, jika bukan hilang, seperti
terbakar atau dimakan rayap atau terkena banjir. Dan semua laporan tersebut
akan dilampirkan dalam bundel minuta yang bersangkutan. Dengan ketentuan akta
tersebut tercatat dalam Repertorium dan dalam Klaper. Jika pemegang salinan
tersebut tetap meminta salinan sekarang (kedua dan seterusnya) dari Notarisnya,
lebih baik disarankan kepada yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan
Penetapan ke pengadilan negeri, agar salinan tersebut ditetapkan kebenarannya
oleh para pihak sendiri di hadapan sidang pengadilan negeri.
3.
Laporan kehilangan Minuta tersebut jangan sampai
disalahgunakan, misalnya Notaris telah mengeluarkan salinan untuk para
penghadap, tapi ternyata tanda tangan para penghadap belum lengkap atau sulit
untuk dicari/dihubungi atau ada juga penghadap hanya janji saja untuk
menghadap, tapi tidak menghadap juga, tapi salinan terlanjur sudah dikeluarkan
oleh Notaris. Jika Notaris menghadapi seperti ini, daripada menyimpan Minuta
yang tidak ada atau tidak lengkap tandatanganya maka buat saja Laporan
Kehilangan Minuta dari pihak yang berwajib dan masukkan ke dalam bundel minuta
bukti kehilangan tersebut. Dan sudah tentu Notaris wajib bertanggungjawab atas
pembuatan laporan kehilangan tersebut. Tapi hal ini disarankan untuk tidak
dilakukan oleh Notaris.
4.
Dalam praktek ada juga Notaris pemegang
Protokol, ketika ada yang meminta salinan dari Protokol Notaris tersebut,
ternyata tanda tangan dalam minuta tidak lengkap (baik tanda tanda tangan para
penghadap atau saksi atau Notaris) ? Jika Notaris pemegang protokol menghadapi
seperti ini, lebih baik jangan mengeluarkan salinan tersebut. Karena dalam
akhir akta selalu disebutkan “Minuta akta ini telah lengkap ditandatangani oleh
para penghadap” tapi sebenarnya pada Minutanya belum lengkap/tidak lengkap tanda
para penghadapnya (atau juga saksinya bahkan Notarisnya), jika Notaris
mengeluarkannya maka menjadi tanggungjawab Notaris yang membuat salinan dari
Protokol Notaris yang tandatangan dalam Minutanya belum lengkap/tidak lengkap.
Jika Notaris menghadapi permasalahan seperti ini tidak perlu mengeluarkan
salinannya atas permintaan siapapun, tapi Notaris membuat Surat Keterangan
bahwa pada Minuta akta yang diminta salinannya belum lengkap/tidak lengkap
ditandatantangani oleh para penghadap. Jika pemegang salinan tersebut tetap
memaksa meminta salinan sekarang dari Notaris pemegang protokol padahal
Minutanya tidak lengkap tanda tangannya, lebih baik disarankan kepada yang
bersangkutan untuk mengajukan permohonan Penetapan ke pengadilan negeri. agar
salinan tersebut ditetapkan kebenarannya oleh para pihak sendiri di hadapan
sidang pengadilan negeri.
5.
Jika Notaris pemegang Protokol yang dalam
Minutanya ternyata hanya ada tanda tangan para penghadap saja, maka akta
seperti ini mempunyai kekuatan pembuktian sebagai tulisan dibawah tangan (lihat
Pasal 1869 KUHPerdata), maka jika para penghadap untuk meminta salinannya, maka
Notaris tidak perlu memberikannya (dengan alasan tanda tangan para saksi akta
dan Notarisnya tidak ada atau Minuta tersebut tidak ditandatangani oleh para
penghadap dan Notaris), tapi Notaris dapat membuat Copy Collationee untuk
memenuhi permintaan para penghadap tersebut, sesuai kewenangan Notaris yang
tersebut dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c UUJN – P, yaitu membuat kopi dari asli
surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan
digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
Indonesia Notaris Community/INC
Dalam Pembatalan Akta Notaris
Oleh Para Pihak, Apakah Membatalkan Akta Atau Isi Akta ?
(Jika Ada Penghadap Meminta
Kepada Notaris Untuk Membuatkan Akta Pembatalan Akta Notaris.)
1.
Jika akta merupakan implementasi dari Pasal 1338
KUHPerdata dan Pasal 38 ayat (3) huruf c UUJN – P, dan jika para pihak telah
sepakat untuk membatalkannya dengan akta Notaris, apakah Notaris akan
membatalkan akta atau isi akta ? Dan apakah alasan pembatalan perlu dicantumkan
dalam akta yang bersangkutan ?
2.
Sudah tentu para penghadap sendiri tidak
dilarang untuk membatalkan aktanya di hadapan Notatais yang sama ketika
membuatnya atau di Notaris lainnya. Pembatalan akta Notaris harus dilakukan
terhadap Isi Akta, karena ini Isi Akta merupakan kehendak para penghadap
sendiri, sedangkan terhadap Awal dan Akhir Akta yang merupakan fakta yang
sebenarnya terjadi yang menjadi tanggungjawab Notaris sepenuhnya., misalnya
jika yang dibatalkan akta Notaris, padahal akta Notaris ada 3 (tiga) bagian
yaitu Awal, Akhir dan Isi Akta (Pasal 38 ayat (1) UUJN – P). Jika pada Awal
akta menegaskan ada yang menghadap dan pada akhir akta ada pembacaan akta atau
yang lainnya, karena tidak mungkin untuk membatalkan yang bersangkutan menghadap
atau membatalkan tidak pernah dibaca, hal ini menjadi tanggungjawab Notaris,
dengan demikian yang harus dibatalkan adalah Isi Akta Notatris.
3.
Ketika ada para penghadap ada yang meminta
membatalkan aktanya di hadapan Notaris, perlukah Notaris meminta alasan
pembatalan tersebut untuk dimasukkan ke dalam Isi Akta ? Saya berpendapat
alasan tersebut tidak perlu, karena Isi Akta tentang alasan pembatalan tersebut
harus dibuktikan oleh para pihak sendiri, misalnya jika ada para penghadap yang
meminta alasan pembatalan akta Kerjasama, ternyata alasan pembatalan kerjasama
tersebut mengalami kerugian atau ada yang wanprestasi, maka para penghadap
sendiri yang mengetahuinya dan harus membuktikannya jika ada pihak ketiga yang
merasa dirugikan.
4.
Dalam membuat akta pembatalan
tersebut Notaris juga harus berhati-hati, karena ada kemungkinan akta
pembatalan tersebut sebagai bentuk penghindaran dari tanggungjawab hukum yang
lainnya, misalnya ada kewajiban kepada pihak ketiga yang harus dilakukan oleh
para penghadap. Dan akta akan dijadikan alasan untuk tidak melakukan
tanggungjawab tersebut.
Indonesia Notaris Community/INC
PEMBATALAN ISI AKTA PPAT
·
Akta PPAT termasuk akta jual beli dapat dibuat
akta pembatalannya sepanjang belum didaftarkan ke Kantor Badan Pertanahan
Nasional, Pasal 45 ayat (10 huruf g Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah, yaitu perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor
Pertanahan.
·
Substansi dari ketentuan tersebut ada 2 (dua)
pembatalan akta PPAT, yaitu:
1.
pembatalan dilakukan sebelum dilakukan
pendaftaran ke Kantor Pertanahan,
2.
pembatalan setelah dilakukan atau dalam proses
pendaftaran di Kantor Pertanahan.
·
Pembatalan akta PPAT dengan alasan sebagaimana
tersebut oleh para pihak sendiri dapat dilakukan sebelum dilakukan pendaftaran
ke kantor pertanahan dengan akta Notaris. Hal tersebut dapat dilakukan karena
tindakkan hukum yang mereka lakukan dengan akta PPAT dalam ruang lingkup hukum
perdata. Sesuai dengan prinsip dalam hukum perdata, ketika dilakukan
pembatalan, maka semua keadaan tersebut harus dikembalikan kepada keadaan
semula ketika belum terjadi perbuatan hukum yang tersebut dalam akta yang
bersangkutan. Jika terjadi pembatalan seperti ini dan sudah ada pembayaran
BPHTB dan atau PPh, maka hal tersebut sudah merupakan resiko yang harus
ditanggung oleh para penghadap sendiri.
·
Pembatalan tersebut menjadi sangat sulit untuk
dilakukan jika menyangkut akta SKMHT/APHT, meskipun belum dilakukan pendaftaran
ke kantor pertanahan setempat, tapi jika uang (pinjaman) sudah cair dari
kreditur kepada debitur, maka yang perlu diatur mengenai mekanisme atau tatacara
pengembalian pinjaman tersebut dari debitur kepada kreditur.
·
Jika Pembatalan dilakukan setelah berkas
diterima oleh Kantor Pertanahan setempat (dalam proses pendaftaran), maka harus
diajukan permohonan terlebih dahulu untuk membatalkannya atau menarik kembali
berkas. Hal ini bisa dilakukan jika mereka yang bertransaksi sepakat untuk
melakukan pembatalan secara damai. Tapi jika tidak terjadi kesepakatan di
antara mereka, terlebih dahulu harus ada putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap tentang pembatalan tersebut. Setelah keluar surat
Persetujuan dari Kantor Pertanahan. Setelah surat tersebut diterima kemudian
dibuat akta Pembatalan dengan akta Notaris. Jika terjadi pembatalan seperti ini
dan sudah ada pembayaran BPHTB dan atau PPh, maka hal tersebut sudah merupakan
resiko yang harus ditanggung oleh para penghadap sendiri. Apakah BHPTB/PPh
tersebut dapat ditarik lagi atau tidak dari instansi yang bersangkutan ? Hal
ini akan didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Jika ini
dilakukan, maka bukan dan tidak urusan Notaris/PPAT, tapi setidaknya Notaris/PPAT
harus menjelasakan kepada para penghadap atas risiko tersebut.
·
Dalam pendaftaran setelah berkas diterima, maka
akan ada dua tindakkan hukum, yaitu hukum perdata yang dilakukan oleh penjual
dan pembeli (dalam jual-beli), hal ini merupakan tindakkan/perbuatan hukum dua
pihak, dan tindakkan hukum administrative dari kantor pertanahan setempat. Maka
yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah tindakkan hukum perdatanya berupa kesepakatan
pembatalan perbuatan hukum yang tersebut dalam akta tersebut, jika tidak ada
yang sepakat harus dengan putusan pengadilan. Jika tindakkan hukum perdata
tersebut telah selesai, maka untuk selanjutnya permohonan pencabutan
pendaftaran tersebut dari kantor pertanahan, dan atas hal tersebut, ada
tindakkan hukum administrasi dari kantor pertanahan berupa surat keputusan
pembatalan/pencabutan pendaftaran tersebut.
Indonesia Notaris Community/INC
HAK KEPERDATAAN
·
Hak-hak keperdataan subjek hukum (orang) yang
masih hidup hanya dapat dicabut berdasarkan putusan pengadilan umum.
·
Subjek hukum (orang) yang dipidana (berada dalam
tahanan/penjara) tidak hilang hak-hak perdatanya.
·
Jika subjek hukum (orang) berada dalam
tahanan/penjara untuk tindakkan hukum yang memerlukan tanda tangan yang
bersangkutan, lebih baik Notaris/PPAT dapat ke Lembaga Pemasyarakatan dan
terlebih dahulu untuk berkoordinasi dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan
(Kalapas) dan pada waktu tandatangan dihadiri/dihadapan semua pihak yang
berkaitan dengan akta tersebut.
·
Jika subjek hukum (orang) orang dalam keadaan
sakit dan dirawat di rumah sakit untuk tindakkan hukum yang memerlukan tanda
tangan yang bersangkutan, lebih baik Notaris/PPAT dapat ke rumah sakit yang
bersangkutan dan terlebih dahulu untuk berkoordinasi dengan dokter yang
merawatnya, dan pada waktu tandatangan dihadiri/dihadapan semua pihak yang
berkaitan dengan akta tersebut.
·
Jika subjek hukum (orang) berada dalam
tahanan/penjara dalam kasus-kasus tertentu (tindak pidana korupsi) yang
ternyata berdasarkan keputusan pengadilan semua harta bendanya disita, baik
harta benda yang disita tersebut dicantumkan dalam amar putusan atau tidak
disebutkan (tidak disita), sangat dianjurkan (atau tidak dipenuhi) untuk Notaris/PPAT
tidak melayani yang bersangkutan jika ingin menjual harta bendanya meskipun
tidak disita. Jika hal ini dilakukan oleh Notaris/PPAT, maka Notaris/PPAT dapat
dikategorikan pihak yang membantu menyamarkan atau menyembunyikan (atau sebagai
nexus) hasil tindak pidana korupsi atau TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) -
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG.
·
Surat Edaran
Menkumham tanggal 04 Agustus 1998, Nomor : M-UM.01-06-109, yang isinya larangan
bagi Notaris membuat akta peralihan apapun jika objek dan subjeknya termasuk
Tindak Pidana Korupsi.
·
Jika asset yang akan dijualnya berdasarkan bukti
yang ada, bukan hasil korupsi, misalnya berasal dari warisan atau hibah atau
pemberian yang bukan Gratifikasi, bisa saja dijual.
Indonesia Notaris Community/INC
APAKAH NOTARIS/PPAT PERLU
MEMBAYAR PAJAK REKLAME (PAPAN NAMA NOTARIS/PPAT) ?
·
Dalam UUJN ada Kewenangan (Pasal 15 UUJN – P),
ada Kewajiban (Pasal 16 UUJN - P) ada Larangan (Pasal 17 UUJN - P). Mengenai
penggunaan Papan Nama Notaris tidak disebutkan secara tegas dalam ketuga hal
tersebut, tapi harus ada papan nama Notaris dianggap sebagai Kewajiban Notaris
agar keberadaan Notaris diketahui oleh masyarakat yang memerlukan jasa
kenotariatan sebagai implementasi dari menjalankan jabatannya dengan nyata.
·
Mengenai Papan Nama Notaris ini disebutkan
dengan tegas dalam Kode Etik Notaris Indonesia Hasil KLB Banten 2015 dalam
Pasal 3 angka 9 sebagai Kewajiban Notaris yaitu :
Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan / di lingkungan kantornya
dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm,
yang memuat :
a.
Nama lengkap dan gelar yang sah;
b.
Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan
yang terakhir sebagai Notaris;
c.
Tempat kedudukan;
d.
Alamat kantor dan nomor telepon/fax.
·
Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf
berwarna hitam dan tulisan di atas papan nama harus jelas dan mudah dibaca.
Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan
nama dimaksud.
·
Notaris tidak perlu
membayar pajak reklame untuk papan nama Notaris sesuai dengan Surat Dirjen
Perdagangan Dalam Negeri tanggal 06 November 1986, Nomor : 329/DAGRI/X/86 :
bahwa papan nama Notaris dipasang untuk memenuhi undang-undang.
Indonesia Notaris Community/INC
Jika ada Notaris oleh MKNW :
1.
diizinkan untuk memenuhi panggilan
Penyidik/Penuntut Umum/Hakim atau
2.
MKNW tidak bersidang, sehingga lewat 30 hari,
maka mau tidak mau Notaris harus memenuhi panggilan Penyidik/Penuntut
Umum/Hakim.
Upaya apa yang harus dilakukan Notaris untuk menghadapi
kedua hal tersebut, apakah :
1)
Akan saya penuhi, karena yang telah benar dalam
membuat akta.
2)
Akan saya penuhi apapun yang terjadi.
3)
Bersedih, berduka dan menangis serta berdo’a.
4)
Bergembira dan bersuka cita, karena kemampuan
keilmuannya akan diuji pihak lain.
5)
Ya pasrah saja, bekerja dalam bidang hukum sudah
tentu akan berhubungan dengan yang berbau hukum juga.
·
Bahwa Pengawasan (dengan membentuk MPN) dan
Pembinaan (dengan membentuk MKN) semuanya ada pada kewenangan Menteri Hukum dan
HAM RI. Pemerintah atau Menteri adalah Eksekutif yang berarti Tata Usaha
Negara, karena Menteri sebagai Pejabat Tata Usaha Negara maka delegansnya yaitu
MPN dan MKN juga sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, sebagai Pejabat Tata Usaha
Negara maka produknya termasuk pada Keputusan Tata Usaha Negara. Jika Keputusan
Tata Usaha Negara jadi sengketa, maka akan termasuk Sengketa Tata Usaha Negara
yang dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
·
Sehingga jika ada Notaris mengalami kedua hal
tersebut di atas, jika tidak ingin menerima Keputusan MKNW, maka dapat
menggugat Keputusan MKNW tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai
Sengketa Tata Usaha Negara, dengan demikian Notaris tidak perlu dulu memenuhi
Keputusan MKNW sampai ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
·
Hal tersebut sebagai salah satu upaya Notaris
menjaga harkat dan martabat jabatannya sesuai UUJN dan kepentingan para
penghadap yang tersebut dalam akta.
·
Oleh karena itu sangat diharapkan PP
INI/Pengwil/Pengda untuk mencerdaskan, membekali anggotanya dengan ilmu
pengetahuan dan kemampuan untuk membuat dan mengajukan gugatan ke PTUN.
·
Sebagai pengurus organisasi yang amanah dan juga
aminah wajib hukumnya untuk melakukannya kepada seluruh anggota. Hal ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 82 ayat (2) UUJN – P, bahwa semua Notaris Indonesia
wajib berhimpun dalam satu wadah organisasi Notaris, yaitu INI. Kami menunggu
pengurus berbuat untuk kami….!!!.
Indonesia Notaris Community/INC
PENGGUNAAN DOKUMEN/KUASA/SURAT
YANG DIBUAT DILUAR NEGERI
•
Jika Notaris/PPAT menerima dokumen/surat/kuasa
dari luar Indonesia yang akan digunakan di Indonesia, maka terlebih dahulu
harus dilegalisasi oleh perwakilan Indonesia di luar negeri, di Negara dimana
dokumen/surat/kuasa dibuat. Hal ini berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Luar
Negeri No. 09/A/KP/XII/2006/01, tanggal 28 Desember 2006 (poin 68), dijelaskan
bahwa legalisasi artinya pengesahan terhadap dokumen dan hanya dilakukan
terhadap tanda tangan dan tidak mencakup kebenaran isi dokumen. Setiap dokumen
Indonesia yang akan dipergunakan di negara lain atau dokumen asing yang akan
dipergunakan di Indonesia perlu dilegalisasi oleh instansi yang berwenang.
•
Dalam poin 70 Lampiran Menteri tersebut juga
ditegaskan bahwa dokumen-dokumen asing yang diterbitkan di luar negeri dan
ingin dipergunakan di wilayah Indonesia, harus pula melalui prosedur yang sama,
yaitu dilegalisasi oleh Kementerian Kehakiman dan/atau Kementerian Luar Negeri
negara dimaksud dan Perwakilan Republik Indonesia di negara setempat. Demikian
pula terhadap dokumen-dokumen seperti surat kuasa, perjanjian dan pernyataan
yang diterbitkan (dan ditandatangani) di luar negeri yang hendak dipergunakan
di wilayah Indonesia harus dilegalisasi terlebih dahulu sesuai petunjuk yang
kami jelaskan di atas.
•
Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
tanggal 18 September 1986 Nomor: 3038 K/Pdt/1981, menyatakan bahwa “keabsahan
surat kuasa yang dibuat di luar negeri selain harus memenuhi persyaratan formil
juga harus dilegalisir lebih dahulu oleh KBRI
setempat.”
•
Dalam pertimbangan Putusan Pengadilan Tinggi
Agama Surabaya No. 60/Pdt.G/2008/PTA.Sby. antara lain menyatakan: “untuk
keabsahan surat kuasa yang dibuat di luar negeri ditambah lagi persyaratannya,
yakni legalisasi pihak KBRI. Tidak menjadi soal apakah surat kuasa tersebut
berbentuk di bawah tangan atau Otentik, mesti harus
DILEGALISASI KBRI. Syarat ini bertujuan untuk memberi kepastian hukum
Pengadilan tentang kebenaran pembuatan surat kuasa di negara yang bersangkutan.
Dengan adanya legalisasi tidak ada lagi keraguan atas pemberian kuasa kepada
kuasa.”
Indonesia Notaris Community/INC
BUMN – BUMD – BUMDES : sebagai
bahan perbadingan dapat dilihat :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003
TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA – Pasal 1:
1)
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya
disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan.
2)
PERUSAHAAN PERSEROAN, yang selanjutnya disebut
Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi
dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen)
sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar
keuntungan.
3)
PERUSAHAAN PERSEROAN TERBUKA, yang selanjutnya
disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya
memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
4)
PERUSAHAAN UMUM, yang selanjutnya disebut Perum,
adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham,
yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolaan perusahaan.
- Bahwa BUMN terdiri dari : PT, PT (Tbk) dan PERUM.
1. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG
BENTUK HUKUM BADAN USAHA MILIK DAERAH – Pasal 2 :
Bentuk Badan Usaha Milik Daerah (propinsi/kota/kabupaten)
dapat berupa Perusahaan Daerah (PD) atau Perseroan terbatas (PT).
- Bahwa BUMD terdiri dari : PT dan PD (Perusahaan Daerah).
2. BUMDES : untuk menampung badan usaha – badan usaha/unit
yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang didirikan oleh pemerintah
desa sebagai subjek hukum.
Kesimpulan : BUMN, BUMD dan
BUMDES bukan Subjek Hukum.
Indonesia Notaris Community/INC
PPAT DAN NOTARIS AGAR TIDAK
MEMBUAT AKTA YANG SALING BERTENTANGAN
• PPAT / Notaris diminta untuk tidak membuat akta yang
saling bertentangan, contohnya :
1.
telah dibuat akta jual beli PPAT kemudian dibuat
akta notaril yang menerangkan bahwa jual beli tersebut belum lunas.
2.
Dibuat Akta Sewa-Menyewa, karena ingin
menghundari bayar pajak sewa-menyewa, dibuat juga akta Pinjam – Pakai.
3.
Sebenarnya jual beli antara orang tua ke anak
atau anak ke orang tua, karena menghindari bayar pajak (PPh dan BPHTB)
dibuatlah akta Hibah.
4.
Membeli property yang diatasnamakan orang lain,
kemudian dibuat akta lain yang isinya menegaskan bahwa property tersebut bukan
miliknya.
5.
Mendirikan Perseroan Terbatas (PT) agar memenuhi
syarat 2 (dua) orang pendiri – (yang sebenarnya modalnya dari satu orang saja),
kemudian ditambah satu orang lagi dengan jumlah modal tertentu. Dan orang yang
dipinjam namanya kemudian membuat akta, bahwa modal dalam PT disebutkan bukan
miliknya.
• Dalam praktek hal tersebut sering disebut sebagai Contra
Letter, dengan dicantumkan kalimat, yaitu “Jika pernah dibuat akta yang
sebelumnya bermaksud dan tujuan sama atau mempunyai kemiripan, maka yang akan
dipergunakan dan mengikat para pihak adalah akta yang terakhir ini yang
dibuat”.
• Akta semacam ini bisa dikualifikasikan sebagai Akta
Penyelundupan Hukum atau Simulasi saja atau Perjanjian Nominee/Pinjam Nama.
• CONTRA LETTER = Persetujuan lebih lanjut dalam suatu akta
tersendiri, yang bertentangan-dengan akta asli, hanya memberikan bukti di
antara pihak yang turut-serta dan para ahli warisnya atau orang-orang yang
mendapatkan hak dari mereka, dan tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga
(Pasal 1873 KUHPerdata).
• Kekuatan pembuktian akta contra letter telah memenuhi
syarat sebagai akta otentik didalam suatu proses pengadilan, namun karena ada
penyimpangan isinya terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku membuat
kekuatannya harus dikembalikan pada pertimbangan hakim. Dan Notaris sebagai
pembuat akta contra letter tidak dapat dituntut tanggunggugatnya terhadap
pembuatan akta contra letter tersebut. Namun keterlibatannya dalam pembuatan
akta contra letter tersebut sangatlah diperlukan yaitu untuk memberikan nasihat
hukum dan bantuan hukum dan disarankan agar tidak dibuat.
• CATATAN :
Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Reg. 2510
K/Pdt/1991 tanggal 8 April 1993 disebutkan “Seseorang Notaris yang membuat akta
authentic secara pura-pura (proforma) dan materinya tersebut tidak sesuai
dengan kenyataan (fakta) yang sebenarnya, bahkan bertentangan dengan kebenaran
materiil, maka akta Notaris yang dibuat demikian itu adalah tidak sah serta
tidak mempunyai kekuatan hukum terhitung sejak akta tersebut diterbitkan”.
Indonesia Notaris Community/INC
JUAL BELI TANAH BERSERTIFIKAT HANYA
BERDASARKAN KUITANSI ATAU AKTA DIBAWAH TANGAN ?
• Dalam praktek Notaris/PPAT ada kedatangan penghadap yang
akan melakukan peralihan hak (balik nama) untuk tanah yang sudah bersertifikat
hanya berdasarkan kuitansi atau akta dibawah tangan tanpa disertai klausula
apapun. Sudah tentu dengan bukti seperti ini tidak dapat menjadi dasar hukum
untuk melakukan peralihan hak atau balik nama. Paling mudah disarankan cari
saja penjualnya terlebih dahulu, tapi kalau sudah dicari dan ternyata tidak ada
harus ada jalan keluarnya.
• Bahwa Peralihan Hak/Pemindahan Hak dapat dilakukan dengan
:
1.
Akta PPAT :
2.
jual beli;
3.
tukar menukar;
4.
hibah;
5.
pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
6.
pembagian hak bersama;
7.
pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah
Hak Milik.
8.
Risalah Lelang.
9.
Akta Waris.
10.Akta penggabungan atau
peleburan perseroan atau koperasi;
11.BERDASARKAN PUTUSAN
PENGADILAN ATAU PENETAPAN KETUA PENGADILAN;
• Jika ada penghadap dengan kasus seperti tersebut di atas,
sarankan kepada yang bersangkutan untuk mengajukan gugatan kepada penjual yang
namanya tersebut dalam kuitansi sesuai dengan alamat terakhir yang diketahui
oleh pembeli. Dalam gugatan tersebut harus ada amar putusan yang memerintahkan
kepada kantor pertanahan untuk membaliknamakan bidang tanah tersebut
berdasarkan putusan pengadilan ini.
• Dengan demikian dalam kasus seperti tersebut di atas,
peralihan hak/balik nama dapat dilakukan dengan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
• PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN
1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH : Pasal 55 mengenai Perubahan Data Pendaftaran
Tanah Berdasarkan Putusan Atau Penetapan Pengadilan
(1) Panitera Pengadilan wajib memberitahukan kepada Kepala
Kantor Pertanahan mengenai isi semua putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dan penetapan Ketua Pengadilan yang mengakibatkan
terjadinya perubahan pada data mengenai bidang tanah yang sudah didaftar atau
satuan rumah susun untuk dicatat pada buku tanah yang bersangkutan dan sedapat
mungkin pada sertipikatnya dan daftar lainnya.
(1) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan juga atas permintaan pihak yang berkepentingan, berdasarkan salinan
resmi putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau
salinan penetapan Ketua Pengadilan yang bersangkutan yang diserahkan olehnya
kepada Kepala Kantor Pertanahan.
(2) Pencatatan hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan dan
hak milik atas satuan rumah susun berdasarkan putusan Pengadilan dilakukan
setelah diperoleh surat keputusan mengenai hapusnya hak yang bersangkutan dari
Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat
(1).
Indonesia Notaris Community/INC
YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINDAKKAN HUKUM TERHADAP HARTA BERSAMA :
·
Putusan MARI No. 2691 K/PDT/1996 tanggal 18
September 1998 (jual-beli tanah harta bersama) : perjanjian lisan baru
merupakan perjanjian permulaan yang akan ditindaklanjuti dan belum dibuat di
depan Notaris maka belum mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang
membuatnya dan karena itu tidak mempunyai akibat hukum. perjanjian lisan
menjual tanah harta bersama yang dilakukan suami dan belum disetujui istri maka
perjanjian tersebut tidak sah menurut hukum.
·
Putusan MARI No. 701 K/PDT/1997 tanggal 24 Maret
1999 (jual - beli tanah harta bersama) : jual-beli tanah yang merupakan harta
bersama harus disetujui pihak istri atau sua- mi. harta bersama berupa tanah
yang dijual suami tanpa persetujuan istri adalah tidak sah dan batal demi
hukum. sertifikat tanah yang dibuat atas dasar jual-beli yang tidak sah tidak
mempunyai kekua tan hukum.
·
Putusan MARI No. 1851 K/PDT/1996 tanggal 23
Pebruari 1998 (menjaminkan harta bersama) :menyatakan bahwa BPD Sumatera Utara
telah lalai menerapkan prinsip kehati-hatian yang mengharuskan manajemen
meneliti status tanah agunan. pihak penggugat adalah isteri tergugat yang tidak
turut menandatangani surat agunan tersebut. pembebanan tanah harta bersama
tersebut harus dinyatakan tidak berkekuatan hukum dengan dasar pertimbangan
adil dan patut. dalam perkara ini bank pembangunan daerah sumatera utara
mengajukan permohonan eksekusi karena telah adanya penjaminan utang yang dibuat
dalam grosse akta. pengajuan eksekusi ini ternyata menimbulkan akibat hukum
lain, dalam hal ini penggugat merasa dirugikan dengan permohonan eksekusi
tersebut. penggugat merasa dirugikan karena objek yang dimohonkan eksekusi
adalah harta bersama.
·
Putusan MARI No. 209 K/PDT/2000 tanggal 26
Februari 2002 (menjaminkan harta bersama) : putusan batal demi hukum atas
perjanjian kredit tersebut disebabkan tidak terpenuhinya suatu sebab yang halal
sebagaimana diatur dalam pasal 1320 bw. objek yang diperjanjikan adalah harta
bersama sehingga apabila hendak dijaminkan/dialihkan kepada pihak lain oleh
suami harus mendapatkan persetujuan dari istri sebagai pihak yang berhak.
·
Putusan MARI No. 82 K/PDT/2004 tanggal 22 Mei
2007 (jual beli tanah warisan) : perjanjian jual-beli tanah warisan batal demi
hukum karena boedel waris belum terbagi, masih terdapat harta bersama orang tua
yang mana masih hidup salah satu orang tua, di- lakukan oleh orang yang tidak
mempunyai alas hak yang sah untuk melakukan perbuatan hukum melakukan
perjanjian jual-beli, dilakukan tanpa izin dan persetujuan orang tua dan
saudara kandung, belum ada pembagian dan pengalihan hak dan penyerahan hak
secara sah dengan pembagian warisan, jual-beli tanah warisan juga melampaui
hak.
·
Putusan MARI No. 3005 K/PDT/1998 tanggal 14
Januari 2008 (utang – piutang dengan jaminan tanah) : tanah hak milik yang
merupakan harta bersama, tidak dapat dijadikan jaminan atas per- janjian utang
piutang tanpa persetujuan salah satu pihak, baik itu pihak istri maupun suami,
sesuai dengan ketentuan pasal 36 ayat (1) uu no. 1 tahun 1974. dengan demikian,
perjanjian yang melanggar ketentuan tersebut dapat dibatalkan demi hukum karena
tidak memenuhi syarat objektif perjanjian (sebab yang halal).
·
PROBLEMATIKA : dalam praktek Notaris dan PPAT :
ada suami-isteri yang terikat perkawinan tapi tidak mempunyai bukti tertulis,
dan mempunyai harta benda perkawinan (benda tidak bergerak), jika ingin dijual/
dijaminkan / dihibahkan, bagaimana membuktikan secara formal bahwa mereka
suami-isteri ?
·
TAWARAN SOLUSI:
1.
mengajukan permohonan itsbath (dari pengadilan
agama untuk yang beragama Islam) atau penetapan (dari pengadilan negeri), atau
:
2.
meminta keterangan dari kelurahan/kecamatan
sebagaimana data dalam kartu keluarga atau data di kelurahan/kecamatan telah
menikah/ suami isteri, atau :
3.
menuliskan status perkawinan mereka dalam
komparisi, dengan kalimat sbb: menurut keterangan penghadap telah menikah
berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (1) undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan dan tidak dicatatkan berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (2)
undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
·
KESIMPULAN :
1. tindakan hukum terhadap harta milik bersama terikat
(gebonden mede-eigendom) : dijual/dijaminkan wajib memperoleh persetujuan (tertulis)
dari :
- suami/isteri jika harta bersama perkawinan.
- para ahli waris lainnya jika berasal dari harta warisan.
2. jika hal tersebut tidak dilakukan, maka :
- tindakkan/perjanjian tersebut tidak sah/batal demi
hukum/tidak berkekuatan hukum.
- terhadap Notaris/PPAT yang membuat aktanya dapat dituntut
ganti kerugian oleh para pihak yang merasa dirugikan atas hal tersebut dengan
alasan ketidakcermatan dalam menerapkan ketentuan h
Indonesia Notaris Community/INC
PENGIKATAN DAN KUASA MENJUAL
YANG DIAWALI/BERASAL DARI UTANG – PIUTANG : APAKAH DIPERBOLEHKAN MENURUT HUKUM
JIKA OBJEK YANG DIAWALI DENGAN UTANG-PIUTANG KEMUDIAN PADA SAAT YANG BERSAMAAN
DITINDAK LANJUTI DENGAN JUAL BELI SEBAGAI PELUNASAN UTANG TERSEBUT ?
·
Dalam praktek Notaris atas permintaan para
penghadap agar Notaris membuatkan akta pinjam-meminjam uang dengan jaminan atau
utang-piutang dengan jaminan. dan yang menjadi jaminan barang (tanah) milik
peminjam/ pengutang/debitur
·
Barang jaminan tersebut diberikan jika
peminjam/pengutang/debitur wanprestasi / ingkar janji – tidak membayar utangnya
kepada kreditur/yang meminjamkan.
·
Dalam praktek ditemukan kejadian ketika terjadi
wanprestasi, maka terhadap barang jaminan tersebut diperlakukan :
1.
sesaat setelah akta pinjam-meminjam uang dengan
jaminan atau utang-piutang dengan jaminan dibuat kemudian dibuat akta
pengikatan jual-beli dan kuasa jual - dengan maksud jikapeminjam/ pengutang/
debitur wanprestasi / ingkar janji maka yang meminjamkan/kreditur akan langsung
menjual tanah tersebut kepada dirinya sendiri atau pihak lain, atau :
2.
dibuat akta jual beli yang masih dikosongkan
nomor / hari / tanggal / bulan / tahun menghadapnya, yang jika peminjam/
pengutang/ debitur wanprestasi / ingkar janji, maka yang meminjamkan/kreditur
datang lagi kepada Notaris/PPAT yang sama untuk menindak lanjuti akta tersebut.
•
Bahwa maksud tindakkan hukum tersebut untuk
mempermudah penyelesaian / pembayaran jika peminjam / pengutang / debitur
wanprestasi / ingkar janji .
•
Bahwa terhadap tindakkan hukum tersebut
diniatkan / diawali/ didasarkan sesuatu tindakkan hukum yang berbeda berbeda
maksudnya - pinjam-meminjam uang dengan jaminan atau utang-piutang dengan
jaminan - jual beli - untuk pelunasan.
•
Apakah solusi seperti itu merupakan sesuatu yang
benar menurut hukum ?
•
Perlu melihat Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia (Putusan Nomor : 275 K/PDT/2004, tanggal 29 Agustus 2005) yang
berkaitan dengan hal tersebut, antara lain :
•
demikian pula ternyata bahwa terjadinya surat
jual beli tanah dan rumah sengketa tersebut, bermula dari masalah hutang piutang
kemudian dengan menjaminkan tanah dan rumah sengketa tersebut karena tidak
dapat dilunasinya hutang itu lalu dijadikan jual beli, maka perjanjian tersebut
merupakan perjanjian semu untuk menggantikan perjanjian hutang piutang. dengan
demikian tergugat I dan II berada dalam posisi lemah dan terdesak sehingga
menandatangani surat-surat tersebut yang telah memberatkannya, dan dapat
disimpulkan bahwa perjanjian tersebut merupakan perjanjian sebagai kehendak
satu pihak serta merupakan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden)
oleh penggugat.
•
Jual beli tanah yang berasal dari utang-piutang
dengan jaminan tanah, maka hal tersebut merupakan perjanjian semu untuk
menggantikan perjanjian hutang piutang.
•
Tindakkan hukum tersebut merupakan penyalahgunaan
keadaan (misbruik van omstandigheden) - karena peminjam dalam kedudukan/posisi
yang lemah yang meminjamkan/kreditur tidak boleh dijanjikan diawal (tercantum
dalam akta) jika peminjam wanprestasi, maka yang meminjamkan akan langsung
memilikinya dengan kontruksi jual beli. Jika dilakukan maka jual - beli
tersebut batal.
•
Dalam kasus tersebut di atas terjadi karena ada
paksaan dari salah satu pihak (yang meminjamkan) sehingga dinilai sebagai
penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) .
•
Bagaimana jika dilakukan tanpa paksaan dan tanpa
tekanan - apakah tindakkan tersebut masih dapat dikategorikan sebagai
penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden)...?
•
Bahwa ada atau tidak ada penyalahgunaan keadaan
(misbruik van omstandigheden) jika terjadi gugatan akan tergantung pada
pembuktian.
•
Bahwa apapun alasannya – Notaris untuk
menghindari/tidak melakukan pembuatan akta pinjam-meminjam uang dengan jaminan
atau utang-piutang dengan jaminan yang jika peminjam /pengutang/debitur
wanprestasi/ingkar janji pada saat itu juga dibuatkan akta akta pengikatan
jual-beli dan kuasa jual - dengan maksud jika peminjam/ pengutang/ debitur
wanprestasi / ingkar janji maka yang meminjamkan/kreditur akan langsung menjual
tanah tersebut kepada dirinya sendiri atau pihak lain.
•
CATATAN :
•
jika ada yang meminta seperti itu lebih baik
menerapkan aturan hukum yang berlaku yaitu : akta pinjam-meminjam uang dengan
jaminan atau utang-piutang dengan jaminan - SKMHT (atau langsung) APHT - kantor
pertanahan - sertifikat hak tanggungan.
•
jika tidak mau dengan solusi seperti itu - buat
kontruksi hukum berupa kesepakatan untuk menjual bersama-sama barang jaminan
tersebut sebagai upaya untuk melunasi utang debitur/peminjam/ pengutang.
•
sertifikat simpan oleh kreditur/yang meminjamkan
dan buat tanda terima tersendiri oleh para pihak. hal ini untuk mempermudah
melakukan penjualan secara bersama-sama.
BATAL DEMI HUKUM JUAL BELI BARANG JAMINAN UTANG YANG
DIAWALI/BERDASARKAN UTANG PIUTANG/PINJAM-MEMINJAM UANG DARI DEBITUR YANG
WANPRESTASI .
Indonesia Notaris Community/INC
Balik Nama Sertifikat tanpa Akta
PPAT, mungkinkah?
Oleh: Herman Andreij Adriansyah
·
Pendaftaran peralihan hak sertifikat atau yang
lebih dikenal dengan istilah balik nama haruslah berdasarkan akta yang dibuat
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta PPAT tersebut bisa berupa Akta
Jual Beli (AJB), Akta Tukar Menukar, Akta Hibah, Akta Pembagian Hak Bersama
(APHB) dan Akta Pemasukan Dalam Perseroan (inbreng). Proses balik nama
dilakukan di Kantor Pertanahan yang ada di masing-masing Di tiap-tiap
kabupaten/kota.
·
Persyaratan untuk membuatan akta-akta tersebut
sudah diatur dalam peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendaftaran
tanah, baik berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) atau bisa juga aturan berupa Surat Edaran
Kepala BPN.
·
Persyaratan-persyaratan tersebut bisa
dikerucutkan menjadi dua saja yaitu persyaratan subjek dan objek. Subjek berupa
pemegang haknya, baik berupa orang pribadi atau badan hukum yang diwakili oleh
identitas pemilik berupa Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga jika pemegang
haknya berupa perorangan dan akta-akta perseroan jika pemegang haknya berupa
Perseroan Terbatas. Sedangkan objeknya berupa benda tidak bergerak yang
diwakili oleh bukti legalitas yang lazim disebut sertifikat tanah dan bangunan,
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) dan
aspek legalitas lain yang melekat pada objek.
·
Selain peralihan hak berdasarkan akta-akta yang
dibuat oleh PPAT tersebut masih ada proses baliknama yang bisa dilakukan dengan
dasar tanpa akta-akta PPAT. Peralihan tersebut berdasarkan: Surat Keterangan
Waris (SKW) atau dikenal juga sebagai turun waris, Putusan Pengadilan dan
risalah lelang.
1.
Turun Waris
Balik nama berdasarkan SKW diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, dimana balik nama sertifikat secara turun waris
ini cukup berdasarkan Surat Keterangan Waris saja, tidak perlu akta PPAT. Jika
yang meninggal adalah Warga Negara Indonesia (WNI) pribumi, maka SKW dibuat
oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh dua orang saksi dan dibenarkan atau
dikuatkan oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat tempat tinggal terakhir si pewaris,
untuk WNI keturunan Tionghoa dan Eropa Surat Keterangan Hak Waris dibuat dengan
akta Notaris. Sedangkan untuk WNI keturunan Timur Asing maka SKW dibuat oleh
Balai Harta Peninggalan (BHP).
2.
Putusan Pengadilan
Putusan Pengadilan bisa dijadikan dasar untuk balik nama sertifikat, hal
ini bisa dilihat dalam Pasal 37 ayat 2 PP Nomor 24 Tahun 1997. Dalam PP
tersebut memang tidak ada secara eksplisit menyatakan bahwa Putusan Pengadilan
bisa dijadikan dasar pengajuan balik nama sertifikat, tetapi bisa diartikan
bahwa balik nama sertifikat bisa berdasarkan surat otentik yang dibuat oleh
bukan PPAT, karena Putusan Pengadilan termasuk surat atau akta otentik.
Biasanya putusan pengadilan ini didahului oleh sengketa pihak-pihak
terkait atau berupa pembagian harta gono gini. Balik nama sertifikat dilakukan
setelah putusan tersebut in kracht van gewijsde atau sudah memiliki kekuatan
hukum tetap.
3.
Risalah Lelang
Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang bisa dijadikan dasar untuk
balik nama sertifikat karena diatur juga PP No. 24 Tahun 1997. Lelang ini
terdiri dari Lelang Non Eksekusi Sukarela, Lelang Eksekusi dan Lelang Non
Eksekusi Wajib.
Lelang
Non Eksekusi Sukarela dilakukan apabila pemilik memang menginginkan objek
miliknya dijual melalui proses lelang tanpa ada sesuatu yang mengharuskan
penjualan melalui lelang. Sedangkan Lelang Eksekusi adalah penjualan melalui
lelang karena putusan pengadilan atau karena telah terpenuhinya unsur lelang
eksekusi seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan, diantaranya debitur sudah cidera janji atau lebih dikenal dengan
istilah wanprestasi. Sedangkan Lelang Non Eksekusi Wajib dilakukan untuk
menjual barang-barang/jasa milik negara.