Animasi burung Facebook

Senin, 17 Oktober 2016

Kumpulan Tulisan tentang Ilmu Pengatahuan Hukum Perdata khususnya tentang Kenotariatan

Dibawah ini terdapat beberapa tulisan yang sekiranya bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dibidang Kenotariatan yang ditulis oleh Bapak. Habib Adjie dan penulis lainnya.
Untuk mempermudah pencarian silahkan gunakan fitur find “ctrl+ f”
Daftar isi :
1.         Apakah Jika Werda Notaris, Notaris Pengganti, Pejabat Sementara Notaris Dan Ppat Jika Perlu Izin Dari Mknw Jika Ada Permohonan Dari Penyidik, Penuntut Umum Dan Hakim Untuk Mengambil Fotokopi Minuta Akta Dan/Atau Surat-Surat Yang Dilekatkan Pada Minuta Akta Atau Protokol Notaris ?
2.         Prinsip Hukum Yayasan.
3.         Kapankah Akta Menjadi Syarat Lahirnya Suatu Tindakkan Hukum Dari Para Penghadap ?
4.         Minuta Akta Notaris Hilang/Rusak …?
5.         Dalam Pembatalan Akta Notaris Oleh Para Pihak, Apakah Membatalkan Akta Atau Isi Akta ? (Jika Ada Penghadap Meminta Kepada Notaris Untuk Membuatkan Akta Pembatalan Akta Notaris)
6.         Pembatalan isi akta PPAT
7.         Hak keperdataan
8.         Apakah Notaris/PPAT perlu membayar pajak reklame (papan nama Notaris/PPAT) ?
9.         Jika ada Notaris oleh MKNW …
10.     Penggunaan dokumen/kuasa/surat yang dibuat diluar negeri
11.     BUMN – BUMD – BUMDES : sebagai bahan perbadingan dapat dilihat :
12.     PPAT dan Notaris agar tidak membuat akta yang saling bertentangan
13.     Jual beli tanah bersertifikat hanya berdasarkan kuitansi atau akta dibawah tangan ?
14.     Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang tindakkan hukum terhadap harta bersama :
15.     Pengikatan dan kuasa menjual yang diawali/berasal dari utang – piutang : apakah diperbolehkan menurut hukum jika objek yang diawali dengan utang-piutang kemudian pada saat yang bersamaan ditindak lanjuti dengan jual beli sebagai pelunasan utang tersebut ?
16.     Balik nama sertifikat tanpa akta PPAT, mungkinkah?



Apakah Jika Werda Notaris, Notaris Pengganti, Pejabat Sementara Notaris Dan Ppat Jika Perlu Izin Dari Mknw Jika Ada Permohonan Dari Penyidik, Penuntut Umum Dan Hakim Untuk Mengambil Fotokopi Minuta Akta Dan/Atau Surat-Surat Yang Dilekatkan Pada Minuta Akta Atau Protokol Notaris ?
Pasal 29 Permenkumham Nomor 7 Tahun 2016 tentang MKN menegaskan bahwa Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku juga bagi Notaris Pengganti dan pejabat sementara Notaris. Hal ini harus diartikan untuk Notaris, Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris yang masih menjalankan jabatannya, bagaimana untuk :
1.         Notaris yang pensiun/werda (karena telah sesuai batas umur atau mengundurkan diri atau diberhentikan).
2.         Mantan Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris.
Jika mereka tersebut (1 dan 2) masih hidup dan suatu saat ada permintaan dari Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim dipanggil untuk keperluan yang berkaitan dengan aktanya ketika yang bersangkutan masih menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, apakah harus ada izin MKNW ? Ataukah MKNW hanya belaku untuk Notaris, Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris yang masih aktif ?
Permenkumham tersebut tidak mengatur untuk hal seperti itu. Karena jabatan Notaris bersifat pribadi dan bertanggungjawab sesuai ketentuan Pasal 65 UUJN – P, maka jika yang bersangkutan masih hidup, wajib menghadapinya sendiri, dengan seizin MKNW. Kalaupun datang tanpa izin (atas keinginan sendiri) maka menjadi tanggungjawab yang bersangkutan.
Meskipun tidak diatur secara tegas dalam Permenkumham tersebut, seharusnya izin dari MKNW tetap diperlukan, sebagai bentuk apresiasi dan perlindungan hukum terhadap mereka.
Bagaimana dengan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) ?
Bahwa secara Normatif Permenkumham Nomor 7 Tahun 2016 merupakan tindak lanjut atau perintah dari Pasal 66 A ayat (3) UUJN – P yang hanya ditujukan untuk dan kepada Notaris.
Jadi meskipun pada diri Notaris, juga menjalankan jabatan sebagai PPAT, jika yang diminta adalah Minuta akta PPAT atau surat-surat lainnya yang dilekatkan pada Minuta, maka jika ada permintaan dari Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim bukan kewenangan MKNW untuk mengizinkan atau menolak permintaan tersebut.
Secara normatif keberadaan PPAT diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Indonesia Notaris Community/INC



Prinsip Hukum Yayasan
Beberapa prinsip yang dapat ditarik dari UUY dan UUY-P, antara lain:
1.         Yayasan sebagai lembaga yang nirlaba.
2.         Pendirian Yayasan secara deklaratif.
3.         Secara formal pendirian Yayasan harus dengan akta Notaris (Pasal 9 ayat (2) UUY).
4.         Yayasan sebagai Badan Hukum (Pasal 1 UUY) setelah memperoleh pengesahan dari Menteri (Pasal 11 UUY-P).
5.         Perbuatan hukum yang dilakukan Pengurus atas nama Yayasan sebelum Yayasan memperoleh status Badan Hukum menjadi tanggungjawab Pengurus secara tanggung renteng (Pasal 13 A UUY-P).
6.         Yayasan dapat mendirikan atau turut serta melakukan kegiatan usaha guna mencapai maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, penyertaan tersebut paling banyak 25 % dari seluruh nilai kekayaan Yayasan (Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) dan (2) serta Pasal 8 UUY).
7.         Kekayaan Yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan kepada Or¬gan Yayasan, karyawan atau pihak lain yang mempunyai kepen¬tingan terhadap Yayasan baik langsung maupun tidak langsung atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang (Pasal 5 UUY-P).
8.         Pengurus Yayasan menerima gaji, upah atau honorarium yang ditetapkan oleh Pembina sesuai dengan kemampuan kekayaan Yayasan (Pasal 5 ayat (2) YYU-P), dengan batasan:
a.         Pengurus yang bersangkutan bukan pendiri Yayasan dan ti¬dak terafiliasi dengan organ Yayasan.
b.         Melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.
9.         Maksud dan tujuan Yayasan tidak dapat diubah (Pasal 17 UUY).
10.     Anggaran dasar Yayasan dapat diubah berdasarkan keputusan Rapat Pembina apabila dihadiri oleh 2/3 dari jumlah anggota Pembina (Pasal 18 ayat (2) UUY).
11.     Tidak diperkenankan adanya rangkap jabatan dalam organ Yayasan.
12.     Jabatan dalam Yayasan (sebagai Pembina, Pengawas, Pengurus) secara pribadi/perorangan) atau tidak dalam kapasitas jabatan tertentu (ex officio).
13.     Bila terjadi ultra vires atau perbuatan melawan hukum, maka anggota pengurus Yayasan bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian tersebut, baik terhadap Yayasan maupun pihak ketiga (Pasal 35 ayat (5) UUY).
14.     Jika Yayasan dilikuidasi, maka sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan sama dengan Yayasan yang bubar apabila hal tersebut diatur dalam undang-undang mengenai badan hukum tersebut (Pasal 68 ayat (1) UUY dan Pasal 68 ayat (1) dan (2) UUY-P), jika tidak dilakukan seperti itu, maka sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan tersebut (Pasal 68 ayat (2) UUY dan Pasal 68 ayat (3) UUY-P).
15.     Setiap organ Yayasan yang melakukan pengalihan atau mem¬ba¬gikan secara langsung atau tidak langsung kekayaan Yayasan kepada organ Yayasan, karyawan atau pihak lain yang mem¬pu¬nyai kepentingan Yayasan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana tambahan berupa kewa¬jiban mengembalikan uang, barang atau kekayaan Yayasan yang dialihkan atau dibagikan tersebut (Pasal 70 ayat (1) dan (2) UUY).
16.     Yayasan tidak dapat dialihkan (diwariskan/jual beli/hibah).
Indonesia Notaris Community/INC



Kapankah Akta Menjadi Syarat Lahirnya Suatu Tindakkan Hukum Dari Para Penghadap ?
1.         Pasal 38 ayat (3) huruf c UUJN – P menegaskan bahwa ISI AKTA MERUPAKAN KEHENDAK PARA PENGHADAP.
2.         Pasal 1338 KUHPerdata menegaskan bahwa:
3.         Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undangundang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
4.         Pasal 1335 KUHPerdata: Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.
5.         Pasal 1336 KUHPerdata: Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi memang ada sebab yang tidak terlarang, atau jika ada sebab lain yang tidak terlarang selain dan yang dinyatakan itu, persetujuan itu adalah sah.
6.         Pasal 1337 KUHPerdata: Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.
7.         Bahwa meskipun Isi Akta merupakan kehendak para pihak dan akan berlaku sebagaimana undang-undang yang membuatnya, tapi tetap Notaris tidak harus selalu mengabulkan kehendak atau keinginan para penghadap tersebut jika bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, norma agama, susila, sosial dan kemasyarakatan, ketertiban umum.
8.         Bahwa akta Notaris akan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, jika semua prosedur/tatacara dan syarat yang sudah ditentukan dalam UUJN/UUJN-P dipenuhi, jika dapat dibuktikan sebaliknya (berdasarkan gugatan/putusan pengadilan), maka dapat saja akta tersebut dibatalkan.
9.         Apakah setiap perbuatan hukum dari para penghadap lahir karena berdasarkan akta Notaris ? Atau tanpa akta Notaris perbuatan hukum tersebut telah lahir ?
10.     BAHWA ADA PERBUATAN HUKUM LAHIR BERDASARKAN AKTA NOTARIS, artinya keberadaan akta Notaris menjadi syarat lahirnya atau adanya sebuah tindakkan hukum dari para penghadap atau tanpa adanya akta Notaris perbuatan para penghadap tidak aka ada. Contohnya: Perjanjian Kredit, Perjanjian Kawin, SKMHT. Hal seperti ini aktanya bersifat KONSTITUTIF.
11.     AKTA NOTARIS YANG KONSTITUTIF yaitu substansi akta yang berisi membuat hubungan hukum baru atau meniadakan hubungan hukum yang melahirkan hubungan hukum baru, artinya yang sebelumnya tidak ada hubungan hukum apappun dengan dibuatnya akta di hadapan Notaris oleh 2 (dua) pihak atau lebih, maka terjadi suatu hubungan hukum, misalnya pemberian Kuasa atau Pembatalan Kuasa. Akta Notaris seperti ini termasuk kedalam kualifikasi perjanjian, karena dilakukan minimal oleh 2 (dua) pihak. Daya ikat secara hukum akta Notaris yang Konstitutif tergantung kepada keinginan para pihak sendiri untuk melaksanakan substansi akta tersebut.
12.     BAHWA ADA PERBUATAN HUKUM TELAH LAHIR TANPA PERLU ADANYA AKTA NOTARIS artinya tanpa adanya akta Notaris perbuatan hukum para penghadap telah lahir. Contohnya : hak waris (yang telah ditentukan siapa ahli waris dari siapa) dan bagiannya telah ditentukan. Pemisahan Harta Gono-Gini Paska Perceraian, maka akta Notaris hanya menyatakan saja atas tindakkan/peristiwa hukum yang telah lahir tersebut. Hal ini aktanya bersifat DEKLARATIF.
AKTA NOTARIS YANG DEKLARATIF, yaitu substansi akta yang berisi pernyataan atau penegasan dari penghadap sendiri terhadap suatu hal tertentu. Akta Notaris seperti itu hanya dilakukan oleh 1 (satu) pihak saja atau lebih untuk kepentingan dirinya sendiri atau pihak lainnya, misalnya pembuktian kepemilikan sebuah bangunan rumah. Daya ikat secara hukum akta Notaris yang Deklaratif akan tergantung pada penerimaan lain atas substansi akta tersebut. Pihak lain dapat saja merasa tidak terikat dan tidak berkepentingan dengan akta tersebut, karena yang bersangkutan memang bukan pihak dalam akta tersebut.
Indonesia Notaris Community/INC



Minuta Akta Notaris Hilang/Rusak …?
1.         Minuta akta Notaris yang berisi tandatangan penghadap, saksi dan Notaris atau berkas lainnya hilang (bisa hilang di kantor sendiri atau hilang di tempat lain atau lupa menyimpannya atau sekian lama tidak dibundel sehingga hilang) ataupun minuta tersebut terbakar atau dimakan rayap atau terendam banjir atau sudah tidak ada di kantor Notaris lagi.
2.         Jika semua yang diuraikan tersebut terjadi, maka yang harus dilakukan oleh Notaris yaitu membuat laporan kehilangan dari pihak yang berwajib (kepolisian) atau membuat laporan yang lain, jika bukan hilang, seperti terbakar atau dimakan rayap atau terkena banjir. Dan semua laporan tersebut akan dilampirkan dalam bundel minuta yang bersangkutan. Dengan ketentuan akta tersebut tercatat dalam Repertorium dan dalam Klaper. Jika pemegang salinan tersebut tetap meminta salinan sekarang (kedua dan seterusnya) dari Notarisnya, lebih baik disarankan kepada yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan Penetapan ke pengadilan negeri, agar salinan tersebut ditetapkan kebenarannya oleh para pihak sendiri di hadapan sidang pengadilan negeri.
3.         Laporan kehilangan Minuta tersebut jangan sampai disalahgunakan, misalnya Notaris telah mengeluarkan salinan untuk para penghadap, tapi ternyata tanda tangan para penghadap belum lengkap atau sulit untuk dicari/dihubungi atau ada juga penghadap hanya janji saja untuk menghadap, tapi tidak menghadap juga, tapi salinan terlanjur sudah dikeluarkan oleh Notaris. Jika Notaris menghadapi seperti ini, daripada menyimpan Minuta yang tidak ada atau tidak lengkap tandatanganya maka buat saja Laporan Kehilangan Minuta dari pihak yang berwajib dan masukkan ke dalam bundel minuta bukti kehilangan tersebut. Dan sudah tentu Notaris wajib bertanggungjawab atas pembuatan laporan kehilangan tersebut. Tapi hal ini disarankan untuk tidak dilakukan oleh Notaris.
4.         Dalam praktek ada juga Notaris pemegang Protokol, ketika ada yang meminta salinan dari Protokol Notaris tersebut, ternyata tanda tangan dalam minuta tidak lengkap (baik tanda tanda tangan para penghadap atau saksi atau Notaris) ? Jika Notaris pemegang protokol menghadapi seperti ini, lebih baik jangan mengeluarkan salinan tersebut. Karena dalam akhir akta selalu disebutkan “Minuta akta ini telah lengkap ditandatangani oleh para penghadap” tapi sebenarnya pada Minutanya belum lengkap/tidak lengkap tanda para penghadapnya (atau juga saksinya bahkan Notarisnya), jika Notaris mengeluarkannya maka menjadi tanggungjawab Notaris yang membuat salinan dari Protokol Notaris yang tandatangan dalam Minutanya belum lengkap/tidak lengkap. Jika Notaris menghadapi permasalahan seperti ini tidak perlu mengeluarkan salinannya atas permintaan siapapun, tapi Notaris membuat Surat Keterangan bahwa pada Minuta akta yang diminta salinannya belum lengkap/tidak lengkap ditandatantangani oleh para penghadap. Jika pemegang salinan tersebut tetap memaksa meminta salinan sekarang dari Notaris pemegang protokol padahal Minutanya tidak lengkap tanda tangannya, lebih baik disarankan kepada yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan Penetapan ke pengadilan negeri. agar salinan tersebut ditetapkan kebenarannya oleh para pihak sendiri di hadapan sidang pengadilan negeri.
5.         Jika Notaris pemegang Protokol yang dalam Minutanya ternyata hanya ada tanda tangan para penghadap saja, maka akta seperti ini mempunyai kekuatan pembuktian sebagai tulisan dibawah tangan (lihat Pasal 1869 KUHPerdata), maka jika para penghadap untuk meminta salinannya, maka Notaris tidak perlu memberikannya (dengan alasan tanda tangan para saksi akta dan Notarisnya tidak ada atau Minuta tersebut tidak ditandatangani oleh para penghadap dan Notaris), tapi Notaris dapat membuat Copy Collationee untuk memenuhi permintaan para penghadap tersebut, sesuai kewenangan Notaris yang tersebut dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c UUJN – P, yaitu membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
Indonesia Notaris Community/INC



Dalam Pembatalan Akta Notaris Oleh Para Pihak, Apakah Membatalkan Akta Atau Isi Akta ?
(Jika Ada Penghadap Meminta Kepada Notaris Untuk Membuatkan Akta Pembatalan Akta Notaris.)
1.         Jika akta merupakan implementasi dari Pasal 1338 KUHPerdata dan Pasal 38 ayat (3) huruf c UUJN – P, dan jika para pihak telah sepakat untuk membatalkannya dengan akta Notaris, apakah Notaris akan membatalkan akta atau isi akta ? Dan apakah alasan pembatalan perlu dicantumkan dalam akta yang bersangkutan ?
2.         Sudah tentu para penghadap sendiri tidak dilarang untuk membatalkan aktanya di hadapan Notatais yang sama ketika membuatnya atau di Notaris lainnya. Pembatalan akta Notaris harus dilakukan terhadap Isi Akta, karena ini Isi Akta merupakan kehendak para penghadap sendiri, sedangkan terhadap Awal dan Akhir Akta yang merupakan fakta yang sebenarnya terjadi yang menjadi tanggungjawab Notaris sepenuhnya., misalnya jika yang dibatalkan akta Notaris, padahal akta Notaris ada 3 (tiga) bagian yaitu Awal, Akhir dan Isi Akta (Pasal 38 ayat (1) UUJN – P). Jika pada Awal akta menegaskan ada yang menghadap dan pada akhir akta ada pembacaan akta atau yang lainnya, karena tidak mungkin untuk membatalkan yang bersangkutan menghadap atau membatalkan tidak pernah dibaca, hal ini menjadi tanggungjawab Notaris, dengan demikian yang harus dibatalkan adalah Isi Akta Notatris.
3.         Ketika ada para penghadap ada yang meminta membatalkan aktanya di hadapan Notaris, perlukah Notaris meminta alasan pembatalan tersebut untuk dimasukkan ke dalam Isi Akta ? Saya berpendapat alasan tersebut tidak perlu, karena Isi Akta tentang alasan pembatalan tersebut harus dibuktikan oleh para pihak sendiri, misalnya jika ada para penghadap yang meminta alasan pembatalan akta Kerjasama, ternyata alasan pembatalan kerjasama tersebut mengalami kerugian atau ada yang wanprestasi, maka para penghadap sendiri yang mengetahuinya dan harus membuktikannya jika ada pihak ketiga yang merasa dirugikan.
4.         Dalam membuat akta pembatalan tersebut Notaris juga harus berhati-hati, karena ada kemungkinan akta pembatalan tersebut sebagai bentuk penghindaran dari tanggungjawab hukum yang lainnya, misalnya ada kewajiban kepada pihak ketiga yang harus dilakukan oleh para penghadap. Dan akta akan dijadikan alasan untuk tidak melakukan tanggungjawab tersebut.
Indonesia Notaris Community/INC



PEMBATALAN ISI AKTA PPAT
·      Akta PPAT termasuk akta jual beli dapat dibuat akta pembatalannya sepanjang belum didaftarkan ke Kantor Badan Pertanahan Nasional, Pasal 45 ayat (10 huruf g Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yaitu perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan.
·      Substansi dari ketentuan tersebut ada 2 (dua) pembatalan akta PPAT, yaitu:
1.       pembatalan dilakukan sebelum dilakukan pendaftaran ke Kantor Pertanahan,
2.       pembatalan setelah dilakukan atau dalam proses pendaftaran di Kantor Pertanahan.
·      Pembatalan akta PPAT dengan alasan sebagaimana tersebut oleh para pihak sendiri dapat dilakukan sebelum dilakukan pendaftaran ke kantor pertanahan dengan akta Notaris. Hal tersebut dapat dilakukan karena tindakkan hukum yang mereka lakukan dengan akta PPAT dalam ruang lingkup hukum perdata. Sesuai dengan prinsip dalam hukum perdata, ketika dilakukan pembatalan, maka semua keadaan tersebut harus dikembalikan kepada keadaan semula ketika belum terjadi perbuatan hukum yang tersebut dalam akta yang bersangkutan. Jika terjadi pembatalan seperti ini dan sudah ada pembayaran BPHTB dan atau PPh, maka hal tersebut sudah merupakan resiko yang harus ditanggung oleh para penghadap sendiri.
·      Pembatalan tersebut menjadi sangat sulit untuk dilakukan jika menyangkut akta SKMHT/APHT, meskipun belum dilakukan pendaftaran ke kantor pertanahan setempat, tapi jika uang (pinjaman) sudah cair dari kreditur kepada debitur, maka yang perlu diatur mengenai mekanisme atau tatacara pengembalian pinjaman tersebut dari debitur kepada kreditur.
·      Jika Pembatalan dilakukan setelah berkas diterima oleh Kantor Pertanahan setempat (dalam proses pendaftaran), maka harus diajukan permohonan terlebih dahulu untuk membatalkannya atau menarik kembali berkas. Hal ini bisa dilakukan jika mereka yang bertransaksi sepakat untuk melakukan pembatalan secara damai. Tapi jika tidak terjadi kesepakatan di antara mereka, terlebih dahulu harus ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap tentang pembatalan tersebut. Setelah keluar surat Persetujuan dari Kantor Pertanahan. Setelah surat tersebut diterima kemudian dibuat akta Pembatalan dengan akta Notaris. Jika terjadi pembatalan seperti ini dan sudah ada pembayaran BPHTB dan atau PPh, maka hal tersebut sudah merupakan resiko yang harus ditanggung oleh para penghadap sendiri. Apakah BHPTB/PPh tersebut dapat ditarik lagi atau tidak dari instansi yang bersangkutan ? Hal ini akan didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Jika ini dilakukan, maka bukan dan tidak urusan Notaris/PPAT, tapi setidaknya Notaris/PPAT harus menjelasakan kepada para penghadap atas risiko tersebut.
·      Dalam pendaftaran setelah berkas diterima, maka akan ada dua tindakkan hukum, yaitu hukum perdata yang dilakukan oleh penjual dan pembeli (dalam jual-beli), hal ini merupakan tindakkan/perbuatan hukum dua pihak, dan tindakkan hukum administrative dari kantor pertanahan setempat. Maka yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah tindakkan hukum perdatanya berupa kesepakatan pembatalan perbuatan hukum yang tersebut dalam akta tersebut, jika tidak ada yang sepakat harus dengan putusan pengadilan. Jika tindakkan hukum perdata tersebut telah selesai, maka untuk selanjutnya permohonan pencabutan pendaftaran tersebut dari kantor pertanahan, dan atas hal tersebut, ada tindakkan hukum administrasi dari kantor pertanahan berupa surat keputusan pembatalan/pencabutan pendaftaran tersebut.
Indonesia Notaris Community/INC



HAK KEPERDATAAN
·      Hak-hak keperdataan subjek hukum (orang) yang masih hidup hanya dapat dicabut berdasarkan putusan pengadilan umum.
·      Subjek hukum (orang) yang dipidana (berada dalam tahanan/penjara) tidak hilang hak-hak perdatanya.
·      Jika subjek hukum (orang) berada dalam tahanan/penjara untuk tindakkan hukum yang memerlukan tanda tangan yang bersangkutan, lebih baik Notaris/PPAT dapat ke Lembaga Pemasyarakatan dan terlebih dahulu untuk berkoordinasi dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) dan pada waktu tandatangan dihadiri/dihadapan semua pihak yang berkaitan dengan akta tersebut.
·      Jika subjek hukum (orang) orang dalam keadaan sakit dan dirawat di rumah sakit untuk tindakkan hukum yang memerlukan tanda tangan yang bersangkutan, lebih baik Notaris/PPAT dapat ke rumah sakit yang bersangkutan dan terlebih dahulu untuk berkoordinasi dengan dokter yang merawatnya, dan pada waktu tandatangan dihadiri/dihadapan semua pihak yang berkaitan dengan akta tersebut.
·      Jika subjek hukum (orang) berada dalam tahanan/penjara dalam kasus-kasus tertentu (tindak pidana korupsi) yang ternyata berdasarkan keputusan pengadilan semua harta bendanya disita, baik harta benda yang disita tersebut dicantumkan dalam amar putusan atau tidak disebutkan (tidak disita), sangat dianjurkan (atau tidak dipenuhi) untuk Notaris/PPAT tidak melayani yang bersangkutan jika ingin menjual harta bendanya meskipun tidak disita. Jika hal ini dilakukan oleh Notaris/PPAT, maka Notaris/PPAT dapat dikategorikan pihak yang membantu menyamarkan atau menyembunyikan (atau sebagai nexus) hasil tindak pidana korupsi atau TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG.
·      Surat Edaran Menkumham tanggal 04 Agustus 1998, Nomor : M-UM.01-06-109, yang isinya larangan bagi Notaris membuat akta peralihan apapun jika objek dan subjeknya termasuk Tindak Pidana Korupsi.
·      Jika asset yang akan dijualnya berdasarkan bukti yang ada, bukan hasil korupsi, misalnya berasal dari warisan atau hibah atau pemberian yang bukan Gratifikasi, bisa saja dijual.
Indonesia Notaris Community/INC



APAKAH NOTARIS/PPAT PERLU MEMBAYAR PAJAK REKLAME (PAPAN NAMA NOTARIS/PPAT) ?
·      Dalam UUJN ada Kewenangan (Pasal 15 UUJN – P), ada Kewajiban (Pasal 16 UUJN - P) ada Larangan (Pasal 17 UUJN - P). Mengenai penggunaan Papan Nama Notaris tidak disebutkan secara tegas dalam ketuga hal tersebut, tapi harus ada papan nama Notaris dianggap sebagai Kewajiban Notaris agar keberadaan Notaris diketahui oleh masyarakat yang memerlukan jasa kenotariatan sebagai implementasi dari menjalankan jabatannya dengan nyata.
·      Mengenai Papan Nama Notaris ini disebutkan dengan tegas dalam Kode Etik Notaris Indonesia Hasil KLB Banten 2015 dalam Pasal 3 angka 9 sebagai Kewajiban Notaris yaitu :
Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan / di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat :
a.       Nama lengkap dan gelar yang sah;
b.       Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai Notaris;
c.       Tempat kedudukan;
d.       Alamat kantor dan nomor telepon/fax.
·      Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di atas papan nama harus jelas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud.
·      Notaris tidak perlu membayar pajak reklame untuk papan nama Notaris sesuai dengan Surat Dirjen Perdagangan Dalam Negeri tanggal 06 November 1986, Nomor : 329/DAGRI/X/86 : bahwa papan nama Notaris dipasang untuk memenuhi undang-undang.
Indonesia Notaris Community/INC



Jika ada Notaris oleh MKNW :
1.    diizinkan untuk memenuhi panggilan Penyidik/Penuntut Umum/Hakim atau
2.    MKNW tidak bersidang, sehingga lewat 30 hari, maka mau tidak mau Notaris harus memenuhi panggilan Penyidik/Penuntut Umum/Hakim.
Upaya apa yang harus dilakukan Notaris untuk menghadapi kedua hal tersebut, apakah :
1)    Akan saya penuhi, karena yang telah benar dalam membuat akta.
2)    Akan saya penuhi apapun yang terjadi.
3)    Bersedih, berduka dan menangis serta berdo’a.
4)    Bergembira dan bersuka cita, karena kemampuan keilmuannya akan diuji pihak lain.
5)    Ya pasrah saja, bekerja dalam bidang hukum sudah tentu akan berhubungan dengan yang berbau hukum juga.
·      Bahwa Pengawasan (dengan membentuk MPN) dan Pembinaan (dengan membentuk MKN) semuanya ada pada kewenangan Menteri Hukum dan HAM RI. Pemerintah atau Menteri adalah Eksekutif yang berarti Tata Usaha Negara, karena Menteri sebagai Pejabat Tata Usaha Negara maka delegansnya yaitu MPN dan MKN juga sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, sebagai Pejabat Tata Usaha Negara maka produknya termasuk pada Keputusan Tata Usaha Negara. Jika Keputusan Tata Usaha Negara jadi sengketa, maka akan termasuk Sengketa Tata Usaha Negara yang dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
·      Sehingga jika ada Notaris mengalami kedua hal tersebut di atas, jika tidak ingin menerima Keputusan MKNW, maka dapat menggugat Keputusan MKNW tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai Sengketa Tata Usaha Negara, dengan demikian Notaris tidak perlu dulu memenuhi Keputusan MKNW sampai ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
·      Hal tersebut sebagai salah satu upaya Notaris menjaga harkat dan martabat jabatannya sesuai UUJN dan kepentingan para penghadap yang tersebut dalam akta.
·      Oleh karena itu sangat diharapkan PP INI/Pengwil/Pengda untuk mencerdaskan, membekali anggotanya dengan ilmu pengetahuan dan kemampuan untuk membuat dan mengajukan gugatan ke PTUN.
·      Sebagai pengurus organisasi yang amanah dan juga aminah wajib hukumnya untuk melakukannya kepada seluruh anggota. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 82 ayat (2) UUJN – P, bahwa semua Notaris Indonesia wajib berhimpun dalam satu wadah organisasi Notaris, yaitu INI. Kami menunggu pengurus berbuat untuk kami….!!!.
Indonesia Notaris Community/INC



PENGGUNAAN DOKUMEN/KUASA/SURAT YANG DIBUAT DILUAR NEGERI
      Jika Notaris/PPAT menerima dokumen/surat/kuasa dari luar Indonesia yang akan digunakan di Indonesia, maka terlebih dahulu harus dilegalisasi oleh perwakilan Indonesia di luar negeri, di Negara dimana dokumen/surat/kuasa dibuat. Hal ini berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Luar Negeri No. 09/A/KP/XII/2006/01, tanggal 28 Desember 2006 (poin 68), dijelaskan bahwa legalisasi artinya pengesahan terhadap dokumen dan hanya dilakukan terhadap tanda tangan dan tidak mencakup kebenaran isi dokumen. Setiap dokumen Indonesia yang akan dipergunakan di negara lain atau dokumen asing yang akan dipergunakan di Indonesia perlu dilegalisasi oleh instansi yang berwenang.
      Dalam poin 70 Lampiran Menteri tersebut juga ditegaskan bahwa dokumen-dokumen asing yang diterbitkan di luar negeri dan ingin dipergunakan di wilayah Indonesia, harus pula melalui prosedur yang sama, yaitu dilegalisasi oleh Kementerian Kehakiman dan/atau Kementerian Luar Negeri negara dimaksud dan Perwakilan Republik Indonesia di negara setempat. Demikian pula terhadap dokumen-dokumen seperti surat kuasa, perjanjian dan pernyataan yang diterbitkan (dan ditandatangani) di luar negeri yang hendak dipergunakan di wilayah Indonesia harus dilegalisasi terlebih dahulu sesuai petunjuk yang kami jelaskan di atas.
      Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 18 September 1986 Nomor: 3038 K/Pdt/1981, menyatakan bahwa “keabsahan surat kuasa yang dibuat di luar negeri selain harus memenuhi persyaratan formil juga harus dilegalisir lebih dahulu oleh KBRI setempat.”
      Dalam pertimbangan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No. 60/Pdt.G/2008/PTA.Sby. antara lain menyatakan: “untuk keabsahan surat kuasa yang dibuat di luar negeri ditambah lagi persyaratannya, yakni legalisasi pihak KBRI. Tidak menjadi soal apakah surat kuasa tersebut berbentuk di bawah tangan atau Otentik, mesti harus DILEGALISASI KBRI. Syarat ini bertujuan untuk memberi kepastian hukum Pengadilan tentang kebenaran pembuatan surat kuasa di negara yang bersangkutan. Dengan adanya legalisasi tidak ada lagi keraguan atas pemberian kuasa kepada kuasa.”
Indonesia Notaris Community/INC



BUMN – BUMD – BUMDES : sebagai bahan perbadingan dapat dilihat :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003
TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA – Pasal 1:
1)      Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
2)      PERUSAHAAN PERSEROAN, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
3)      PERUSAHAAN PERSEROAN TERBUKA, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
4)      PERUSAHAAN UMUM, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
- Bahwa BUMN terdiri dari : PT, PT (Tbk) dan PERUM.
1. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG BENTUK HUKUM BADAN USAHA MILIK DAERAH – Pasal 2 :
Bentuk Badan Usaha Milik Daerah (propinsi/kota/kabupaten) dapat berupa Perusahaan Daerah (PD) atau Perseroan terbatas (PT).
- Bahwa BUMD terdiri dari : PT dan PD (Perusahaan Daerah).
2. BUMDES : untuk menampung badan usaha – badan usaha/unit yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang didirikan oleh pemerintah desa sebagai subjek hukum.
Kesimpulan : BUMN, BUMD dan BUMDES bukan Subjek Hukum.
Indonesia Notaris Community/INC



PPAT DAN NOTARIS AGAR TIDAK MEMBUAT AKTA YANG SALING BERTENTANGAN
• PPAT / Notaris diminta untuk tidak membuat akta yang saling bertentangan, contohnya :
1.    telah dibuat akta jual beli PPAT kemudian dibuat akta notaril yang menerangkan bahwa jual beli tersebut belum lunas.
2.    Dibuat Akta Sewa-Menyewa, karena ingin menghundari bayar pajak sewa-menyewa, dibuat juga akta Pinjam – Pakai.
3.    Sebenarnya jual beli antara orang tua ke anak atau anak ke orang tua, karena menghindari bayar pajak (PPh dan BPHTB) dibuatlah akta Hibah.
4.    Membeli property yang diatasnamakan orang lain, kemudian dibuat akta lain yang isinya menegaskan bahwa property tersebut bukan miliknya.
5.    Mendirikan Perseroan Terbatas (PT) agar memenuhi syarat 2 (dua) orang pendiri – (yang sebenarnya modalnya dari satu orang saja), kemudian ditambah satu orang lagi dengan jumlah modal tertentu. Dan orang yang dipinjam namanya kemudian membuat akta, bahwa modal dalam PT disebutkan bukan miliknya.
• Dalam praktek hal tersebut sering disebut sebagai Contra Letter, dengan dicantumkan kalimat, yaitu “Jika pernah dibuat akta yang sebelumnya bermaksud dan tujuan sama atau mempunyai kemiripan, maka yang akan dipergunakan dan mengikat para pihak adalah akta yang terakhir ini yang dibuat”.
• Akta semacam ini bisa dikualifikasikan sebagai Akta Penyelundupan Hukum atau Simulasi saja atau Perjanjian Nominee/Pinjam Nama.
• CONTRA LETTER = Persetujuan lebih lanjut dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan-dengan akta asli, hanya memberikan bukti di antara pihak yang turut-serta dan para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, dan tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga (Pasal 1873 KUHPerdata).
• Kekuatan pembuktian akta contra letter telah memenuhi syarat sebagai akta otentik didalam suatu proses pengadilan, namun karena ada penyimpangan isinya terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku membuat kekuatannya harus dikembalikan pada pertimbangan hakim. Dan Notaris sebagai pembuat akta contra letter tidak dapat dituntut tanggunggugatnya terhadap pembuatan akta contra letter tersebut. Namun keterlibatannya dalam pembuatan akta contra letter tersebut sangatlah diperlukan yaitu untuk memberikan nasihat hukum dan bantuan hukum dan disarankan agar tidak dibuat.
• CATATAN :
Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Reg. 2510 K/Pdt/1991 tanggal 8 April 1993 disebutkan “Seseorang Notaris yang membuat akta authentic secara pura-pura (proforma) dan materinya tersebut tidak sesuai dengan kenyataan (fakta) yang sebenarnya, bahkan bertentangan dengan kebenaran materiil, maka akta Notaris yang dibuat demikian itu adalah tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum terhitung sejak akta tersebut diterbitkan”.
Indonesia Notaris Community/INC



JUAL BELI TANAH BERSERTIFIKAT HANYA BERDASARKAN KUITANSI ATAU AKTA DIBAWAH TANGAN ?
• Dalam praktek Notaris/PPAT ada kedatangan penghadap yang akan melakukan peralihan hak (balik nama) untuk tanah yang sudah bersertifikat hanya berdasarkan kuitansi atau akta dibawah tangan tanpa disertai klausula apapun. Sudah tentu dengan bukti seperti ini tidak dapat menjadi dasar hukum untuk melakukan peralihan hak atau balik nama. Paling mudah disarankan cari saja penjualnya terlebih dahulu, tapi kalau sudah dicari dan ternyata tidak ada harus ada jalan keluarnya.
• Bahwa Peralihan Hak/Pemindahan Hak dapat dilakukan dengan :
1.    Akta PPAT :
2.    jual beli;
3.    tukar menukar;
4.    hibah;
5.    pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
6.    pembagian hak bersama;
7.    pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.
8.    Risalah Lelang.
9.    Akta Waris.
10.Akta penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi;
11.BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN ATAU PENETAPAN KETUA PENGADILAN;
• Jika ada penghadap dengan kasus seperti tersebut di atas, sarankan kepada yang bersangkutan untuk mengajukan gugatan kepada penjual yang namanya tersebut dalam kuitansi sesuai dengan alamat terakhir yang diketahui oleh pembeli. Dalam gugatan tersebut harus ada amar putusan yang memerintahkan kepada kantor pertanahan untuk membaliknamakan bidang tanah tersebut berdasarkan putusan pengadilan ini.
• Dengan demikian dalam kasus seperti tersebut di atas, peralihan hak/balik nama dapat dilakukan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
• PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH : Pasal 55 mengenai Perubahan Data Pendaftaran Tanah Berdasarkan Putusan Atau Penetapan Pengadilan
(1) Panitera Pengadilan wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai isi semua putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan penetapan Ketua Pengadilan yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada data mengenai bidang tanah yang sudah didaftar atau satuan rumah susun untuk dicatat pada buku tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin pada sertipikatnya dan daftar lainnya.
(1) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan juga atas permintaan pihak yang berkepentingan, berdasarkan salinan resmi putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau salinan penetapan Ketua Pengadilan yang bersangkutan yang diserahkan olehnya kepada Kepala Kantor Pertanahan.
(2) Pencatatan hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak milik atas satuan rumah susun berdasarkan putusan Pengadilan dilakukan setelah diperoleh surat keputusan mengenai hapusnya hak yang bersangkutan dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1).
Indonesia Notaris Community/INC



YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINDAKKAN HUKUM TERHADAP HARTA BERSAMA :
·      Putusan MARI No. 2691 K/PDT/1996 tanggal 18 September 1998 (jual-beli tanah harta bersama) : perjanjian lisan baru merupakan perjanjian permulaan yang akan ditindaklanjuti dan belum dibuat di depan Notaris maka belum mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya dan karena itu tidak mempunyai akibat hukum. perjanjian lisan menjual tanah harta bersama yang dilakukan suami dan belum disetujui istri maka perjanjian tersebut tidak sah menurut hukum.
·      Putusan MARI No. 701 K/PDT/1997 tanggal 24 Maret 1999 (jual - beli tanah harta bersama) : jual-beli tanah yang merupakan harta bersama harus disetujui pihak istri atau sua- mi. harta bersama berupa tanah yang dijual suami tanpa persetujuan istri adalah tidak sah dan batal demi hukum. sertifikat tanah yang dibuat atas dasar jual-beli yang tidak sah tidak mempunyai kekua tan hukum.
·      Putusan MARI No. 1851 K/PDT/1996 tanggal 23 Pebruari 1998 (menjaminkan harta bersama) :menyatakan bahwa BPD Sumatera Utara telah lalai menerapkan prinsip kehati-hatian yang mengharuskan manajemen meneliti status tanah agunan. pihak penggugat adalah isteri tergugat yang tidak turut menandatangani surat agunan tersebut. pembebanan tanah harta bersama tersebut harus dinyatakan tidak berkekuatan hukum dengan dasar pertimbangan adil dan patut. dalam perkara ini bank pembangunan daerah sumatera utara mengajukan permohonan eksekusi karena telah adanya penjaminan utang yang dibuat dalam grosse akta. pengajuan eksekusi ini ternyata menimbulkan akibat hukum lain, dalam hal ini penggugat merasa dirugikan dengan permohonan eksekusi tersebut. penggugat merasa dirugikan karena objek yang dimohonkan eksekusi adalah harta bersama.
·      Putusan MARI No. 209 K/PDT/2000 tanggal 26 Februari 2002 (menjaminkan harta bersama) : putusan batal demi hukum atas perjanjian kredit tersebut disebabkan tidak terpenuhinya suatu sebab yang halal sebagaimana diatur dalam pasal 1320 bw. objek yang diperjanjikan adalah harta bersama sehingga apabila hendak dijaminkan/dialihkan kepada pihak lain oleh suami harus mendapatkan persetujuan dari istri sebagai pihak yang berhak.
·      Putusan MARI No. 82 K/PDT/2004 tanggal 22 Mei 2007 (jual beli tanah warisan) : perjanjian jual-beli tanah warisan batal demi hukum karena boedel waris belum terbagi, masih terdapat harta bersama orang tua yang mana masih hidup salah satu orang tua, di- lakukan oleh orang yang tidak mempunyai alas hak yang sah untuk melakukan perbuatan hukum melakukan perjanjian jual-beli, dilakukan tanpa izin dan persetujuan orang tua dan saudara kandung, belum ada pembagian dan pengalihan hak dan penyerahan hak secara sah dengan pembagian warisan, jual-beli tanah warisan juga melampaui hak.
·      Putusan MARI No. 3005 K/PDT/1998 tanggal 14 Januari 2008 (utang – piutang dengan jaminan tanah) : tanah hak milik yang merupakan harta bersama, tidak dapat dijadikan jaminan atas per- janjian utang piutang tanpa persetujuan salah satu pihak, baik itu pihak istri maupun suami, sesuai dengan ketentuan pasal 36 ayat (1) uu no. 1 tahun 1974. dengan demikian, perjanjian yang melanggar ketentuan tersebut dapat dibatalkan demi hukum karena tidak memenuhi syarat objektif perjanjian (sebab yang halal).
·      PROBLEMATIKA : dalam praktek Notaris dan PPAT : ada suami-isteri yang terikat perkawinan tapi tidak mempunyai bukti tertulis, dan mempunyai harta benda perkawinan (benda tidak bergerak), jika ingin dijual/ dijaminkan / dihibahkan, bagaimana membuktikan secara formal bahwa mereka suami-isteri ?
·      TAWARAN SOLUSI:
1.    mengajukan permohonan itsbath (dari pengadilan agama untuk yang beragama Islam) atau penetapan (dari pengadilan negeri), atau :
2.    meminta keterangan dari kelurahan/kecamatan sebagaimana data dalam kartu keluarga atau data di kelurahan/kecamatan telah menikah/ suami isteri, atau :
3.    menuliskan status perkawinan mereka dalam komparisi, dengan kalimat sbb: menurut keterangan penghadap telah menikah berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (1) undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan tidak dicatatkan berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (2) undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
·      KESIMPULAN :
1. tindakan hukum terhadap harta milik bersama terikat (gebonden mede-eigendom) : dijual/dijaminkan wajib memperoleh persetujuan (tertulis) dari :
- suami/isteri jika harta bersama perkawinan.
- para ahli waris lainnya jika berasal dari harta warisan.
2. jika hal tersebut tidak dilakukan, maka :
- tindakkan/perjanjian tersebut tidak sah/batal demi hukum/tidak berkekuatan hukum.
- terhadap Notaris/PPAT yang membuat aktanya dapat dituntut ganti kerugian oleh para pihak yang merasa dirugikan atas hal tersebut dengan alasan ketidakcermatan dalam menerapkan ketentuan h
Indonesia Notaris Community/INC



PENGIKATAN DAN KUASA MENJUAL YANG DIAWALI/BERASAL DARI UTANG – PIUTANG : APAKAH DIPERBOLEHKAN MENURUT HUKUM JIKA OBJEK YANG DIAWALI DENGAN UTANG-PIUTANG KEMUDIAN PADA SAAT YANG BERSAMAAN DITINDAK LANJUTI DENGAN JUAL BELI SEBAGAI PELUNASAN UTANG TERSEBUT ?
·      Dalam praktek Notaris atas permintaan para penghadap agar Notaris membuatkan akta pinjam-meminjam uang dengan jaminan atau utang-piutang dengan jaminan. dan yang menjadi jaminan barang (tanah) milik peminjam/ pengutang/debitur
·      Barang jaminan tersebut diberikan jika peminjam/pengutang/debitur wanprestasi / ingkar janji – tidak membayar utangnya kepada kreditur/yang meminjamkan.
·      Dalam praktek ditemukan kejadian ketika terjadi wanprestasi, maka terhadap barang jaminan tersebut diperlakukan :
1.    sesaat setelah akta pinjam-meminjam uang dengan jaminan atau utang-piutang dengan jaminan dibuat kemudian dibuat akta pengikatan jual-beli dan kuasa jual - dengan maksud jikapeminjam/ pengutang/ debitur wanprestasi / ingkar janji maka yang meminjamkan/kreditur akan langsung menjual tanah tersebut kepada dirinya sendiri atau pihak lain, atau :
2.    dibuat akta jual beli yang masih dikosongkan nomor / hari / tanggal / bulan / tahun menghadapnya, yang jika peminjam/ pengutang/ debitur wanprestasi / ingkar janji, maka yang meminjamkan/kreditur datang lagi kepada Notaris/PPAT yang sama untuk menindak lanjuti akta tersebut.
      Bahwa maksud tindakkan hukum tersebut untuk mempermudah penyelesaian / pembayaran jika peminjam / pengutang / debitur wanprestasi / ingkar janji .
      Bahwa terhadap tindakkan hukum tersebut diniatkan / diawali/ didasarkan sesuatu tindakkan hukum yang berbeda berbeda maksudnya - pinjam-meminjam uang dengan jaminan atau utang-piutang dengan jaminan - jual beli - untuk pelunasan.
      Apakah solusi seperti itu merupakan sesuatu yang benar menurut hukum ?
      Perlu melihat Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Putusan Nomor : 275 K/PDT/2004, tanggal 29 Agustus 2005) yang berkaitan dengan hal tersebut, antara lain :
      demikian pula ternyata bahwa terjadinya surat jual beli tanah dan rumah sengketa tersebut, bermula dari masalah hutang piutang kemudian dengan menjaminkan tanah dan rumah sengketa tersebut karena tidak dapat dilunasinya hutang itu lalu dijadikan jual beli, maka perjanjian tersebut merupakan perjanjian semu untuk menggantikan perjanjian hutang piutang. dengan demikian tergugat I dan II berada dalam posisi lemah dan terdesak sehingga menandatangani surat-surat tersebut yang telah memberatkannya, dan dapat disimpulkan bahwa perjanjian tersebut merupakan perjanjian sebagai kehendak satu pihak serta merupakan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) oleh penggugat.
      Jual beli tanah yang berasal dari utang-piutang dengan jaminan tanah, maka hal tersebut merupakan perjanjian semu untuk menggantikan perjanjian hutang piutang.
      Tindakkan hukum tersebut merupakan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) - karena peminjam dalam kedudukan/posisi yang lemah yang meminjamkan/kreditur tidak boleh dijanjikan diawal (tercantum dalam akta) jika peminjam wanprestasi, maka yang meminjamkan akan langsung memilikinya dengan kontruksi jual beli. Jika dilakukan maka jual - beli tersebut batal.
      Dalam kasus tersebut di atas terjadi karena ada paksaan dari salah satu pihak (yang meminjamkan) sehingga dinilai sebagai penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) .
      Bagaimana jika dilakukan tanpa paksaan dan tanpa tekanan - apakah tindakkan tersebut masih dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden)...?
      Bahwa ada atau tidak ada penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) jika terjadi gugatan akan tergantung pada pembuktian.
      Bahwa apapun alasannya – Notaris untuk menghindari/tidak melakukan pembuatan akta pinjam-meminjam uang dengan jaminan atau utang-piutang dengan jaminan yang jika peminjam /pengutang/debitur wanprestasi/ingkar janji pada saat itu juga dibuatkan akta akta pengikatan jual-beli dan kuasa jual - dengan maksud jika peminjam/ pengutang/ debitur wanprestasi / ingkar janji maka yang meminjamkan/kreditur akan langsung menjual tanah tersebut kepada dirinya sendiri atau pihak lain.
      CATATAN :
      jika ada yang meminta seperti itu lebih baik menerapkan aturan hukum yang berlaku yaitu : akta pinjam-meminjam uang dengan jaminan atau utang-piutang dengan jaminan - SKMHT (atau langsung) APHT - kantor pertanahan - sertifikat hak tanggungan.
      jika tidak mau dengan solusi seperti itu - buat kontruksi hukum berupa kesepakatan untuk menjual bersama-sama barang jaminan tersebut sebagai upaya untuk melunasi utang debitur/peminjam/ pengutang.
      sertifikat simpan oleh kreditur/yang meminjamkan dan buat tanda terima tersendiri oleh para pihak. hal ini untuk mempermudah melakukan penjualan secara bersama-sama.
BATAL DEMI HUKUM JUAL BELI BARANG JAMINAN UTANG YANG DIAWALI/BERDASARKAN UTANG PIUTANG/PINJAM-MEMINJAM UANG DARI DEBITUR YANG WANPRESTASI .
Indonesia Notaris Community/INC



Balik Nama Sertifikat tanpa Akta PPAT, mungkinkah?
Oleh: Herman Andreij Adriansyah
·      Pendaftaran peralihan hak sertifikat atau yang lebih dikenal dengan istilah balik nama haruslah berdasarkan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta PPAT tersebut bisa berupa Akta Jual Beli (AJB), Akta Tukar Menukar, Akta Hibah, Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) dan Akta Pemasukan Dalam Perseroan (inbreng). Proses balik nama dilakukan di Kantor Pertanahan yang ada di masing-masing Di tiap-tiap kabupaten/kota.
·      Persyaratan untuk membuatan akta-akta tersebut sudah diatur dalam peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendaftaran tanah, baik berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) atau bisa juga aturan berupa Surat Edaran Kepala BPN.
·      Persyaratan-persyaratan tersebut bisa dikerucutkan menjadi dua saja yaitu persyaratan subjek dan objek. Subjek berupa pemegang haknya, baik berupa orang pribadi atau badan hukum yang diwakili oleh identitas pemilik berupa Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga jika pemegang haknya berupa perorangan dan akta-akta perseroan jika pemegang haknya berupa Perseroan Terbatas. Sedangkan objeknya berupa benda tidak bergerak yang diwakili oleh bukti legalitas yang lazim disebut sertifikat tanah dan bangunan, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) dan aspek legalitas lain yang melekat pada objek.
·      Selain peralihan hak berdasarkan akta-akta yang dibuat oleh PPAT tersebut masih ada proses baliknama yang bisa dilakukan dengan dasar tanpa akta-akta PPAT. Peralihan tersebut berdasarkan: Surat Keterangan Waris (SKW) atau dikenal juga sebagai turun waris, Putusan Pengadilan dan risalah lelang.
1.    Turun Waris
Balik nama berdasarkan SKW diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dimana balik nama sertifikat secara turun waris ini cukup berdasarkan Surat Keterangan Waris saja, tidak perlu akta PPAT. Jika yang meninggal adalah Warga Negara Indonesia (WNI) pribumi, maka SKW dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh dua orang saksi dan dibenarkan atau dikuatkan oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat tempat tinggal terakhir si pewaris, untuk WNI keturunan Tionghoa dan Eropa Surat Keterangan Hak Waris dibuat dengan akta Notaris. Sedangkan untuk WNI keturunan Timur Asing maka SKW dibuat oleh Balai Harta Peninggalan (BHP).
2.    Putusan Pengadilan
Putusan Pengadilan bisa dijadikan dasar untuk balik nama sertifikat, hal ini bisa dilihat dalam Pasal 37 ayat 2 PP Nomor 24 Tahun 1997. Dalam PP tersebut memang tidak ada secara eksplisit menyatakan bahwa Putusan Pengadilan bisa dijadikan dasar pengajuan balik nama sertifikat, tetapi bisa diartikan bahwa balik nama sertifikat bisa berdasarkan surat otentik yang dibuat oleh bukan PPAT, karena Putusan Pengadilan termasuk surat atau akta otentik.
Biasanya putusan pengadilan ini didahului oleh sengketa pihak-pihak terkait atau berupa pembagian harta gono gini. Balik nama sertifikat dilakukan setelah putusan tersebut in kracht van gewijsde atau sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
3.    Risalah Lelang
Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang bisa dijadikan dasar untuk balik nama sertifikat karena diatur juga PP No. 24 Tahun 1997. Lelang ini terdiri dari Lelang Non Eksekusi Sukarela, Lelang Eksekusi dan Lelang Non Eksekusi Wajib.
Lelang Non Eksekusi Sukarela dilakukan apabila pemilik memang menginginkan objek miliknya dijual melalui proses lelang tanpa ada sesuatu yang mengharuskan penjualan melalui lelang. Sedangkan Lelang Eksekusi adalah penjualan melalui lelang karena putusan pengadilan atau karena telah terpenuhinya unsur lelang eksekusi seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, diantaranya debitur sudah cidera janji atau lebih dikenal dengan istilah wanprestasi. Sedangkan Lelang Non Eksekusi Wajib dilakukan untuk menjual barang-barang/jasa milik negara.